PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pemeran utama dalam film Buya Hamka yang disutradarai Fajar Bustomi, Vino G Bastian mengatakan ada beban yang berbeda saat harus memerankan tokoh nasional yang kalibernya sudah diakui dunia seperti Buya Hamka.
“Saya sudah banyak memerankan tokoh film, tapi untuk Buya Hamka memang ada beban. Apalagi saya tidak punya ilmu agama yang dalam sedangkan beliau adalah penulis Tafsir Al Azhar,” katanya saat menggelar talk show di Padang dilansir dari Antara, Sabtu (25/3/2023).
Vino G Bastian mengaku untuk memulai mengenal karakter Buya Hamka lewat bukunya Akhlaqul Karimah kemudian juga lewat pendekatan kepada orang-orang yang pernah mengenal Buya. “Yang mengejutkan bagi saya, ternyata orang tua saya juga mengenal langsung sosok Buya Hamka,” katanya.
Ia berharap film itu bisa tidak hanya menjadi tontonan tetapi juga tuntunan bagi generasi muda Ranah Minang khususnya dan Indonesia umumnya karena kebesaran Buya Hamka telah membuatnya menjadi milik semua orang, bukan hanya orang Minang.
Sebelumnya Film “Buya Hamka” produksi Falcon Pictures dan Starvision telah resmi merilis trailer volume satu sampai tiga, yang menggambarkan cuplikan kisah hidup sang pahlawan nasional, ulama, sastrawan sekaligus politikus Tanah Air.
Kefasihan berdakwah sosok yang memiliki nama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah itu tidak hanya diakui oleh Muslimin di Indonesia, tapi, juga oleh ulama-ulama di dunia. Salah satu jasa besar Buya Hamka adalah lahirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Trailer volume 1 menggambarkan periode di mana Buya Hamka menjadi pengurus Muhammadiyah di Makassar dan berhasil memberikan kemajuan yang pesat pada organisasi tersebut. Dia juga mulai menulis sastra koran dan cerita roman yang disukai para pembaca.
Saat diangkat menjadi pemimpin redaksi majalah “Pedoman Masyarakat”, Buya Hamka mulai berbenturan dengan pihak Jepang hingga media massa itu harus ditutup. Kehidupan keluarganya terguncang ketika salah satu anak mereka meninggal karena sakit.
Usaha-usaha Buya Hamka untuk melakukan pendekatan pada pihak Jepang malah membuat dia dianggap sebagai penjilat dan musuh sehingga dia diminta untuk mundur dari jabatannya sebagai pengurus Muhammadiyah.
Sedangkan di trailer volume 3, digambarkan bahwa Hamka sudah menunjukkan minat yang besar terhadap tradisi dan sastra sejak kecil hingga mengabaikan pendidikannya di pesantren. Sikapnya itu membuat dia sering berbenturan dengan sang ayah.
Dia pun memutuskan untuk pergi belajar ke Mekkah dan naik haji dengan usahanya sendiri. Di sana, Hamka belajar berorganisasi, menemukan sistem manasik haji (atas restu Raja Arab), dan mendapatkan misi terbesar dalam hidupnya, yaitu membangun Islam di Indonesia.
Film ini bisa dinikmati oleh seluruh keluarga dari generasi Z hingga generasi orangtua. Perjuangan hidup Buya Hamka menginspirasi, dari semangat belajar yang otodidak dan perjalanan beliau di berbagai periode yang penuh romantika dan sangat menarik. (rdr/ant)