Lebih lanjut Silmy menjelaskan bahwa golden visa merupakan amanat dari Presiden Joko Widodo, pada saat ia mengemban tugas sebagai Direktur Jenderal Imigrasi, sehingga dijadikan sebagai program prioritas untuk diselesaikan dalam waktu 6 bulan.
Silmy menyebutkan bahwa, waktu 6 bulan tersebut digunakan untuk mengkaji dan merumuskan kebijakan golden visa, termasuk perubahan peraturan serta mempersiapkan aturan turunannya.
“Dari perubahan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri sampai Peraturan Dirjen, penyusunan kebijakan golden visa melibatkan banyak kementerian,” sebutnya.
Sebelumnya peraturan keimigrasian Indonesia, tidak mengatur visa dengan izin tinggal berjangka waktu 10 tahun. Pemegang golden visa diharapkan dapat menikmati sejumlah manfaat eksklusif dari jenis visa ini, di antaranya adalah jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta efisiensi karena tidak perlu lagi mengurus Izin Tinggal Terbatas (ITAS) ke kantor imigrasi.
“Begitu sampai di Indonesia, mereka (pemegang golden visa) tidak perlu lagi mengurus ITAS di kantor imigrasi,” tutur Silmy.
Indonesia bukanlah negara pertama yang memberlakukan golden visa. Kebijakan serupa telah lebih dahulu diimplementasikan di berbagai negara maju, antara lain Amerika Serikat, Kanada, Uni Emirat Arab, Irlandia, Jerman, Selandia Baru, Italia dan Spanyol.
“Negara-negara yang telah menerapkan kebijakan Golden Visa merasakan dampak positifnya. Denmark misalnya, berhasil menjadi salah satu negara yang terdepan dalam inovasi. Kemudian Uni Emirat Arab menjadi negara tujuan favorit investor mancanegara,” sebutnya.
Harapannya, dengan kebijakan ini ke depannya, Indonesia juga akan menerima dampak serupa. Apalagi negara kita punya segudang potensi untuk dikelola dan dikembangkan. (rdr/ant)