Bromat Diatas Ambang Batas Membahayakan, Ini Kata BBPOM untuk AMDK yang Melanggar

Sesuai regulasi, AMDK yang terbukti memiliki kandungan senyawa bromat di atas ambang batas sehingga dinilai membahayakan kesehatan bisa ditarik dari peredaran.

Diskusi tentang bahaya bromat pada AMKD di Padang. (dok. istimewa)

Diskusi tentang bahaya bromat pada AMKD di Padang. (dok. istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) BPOM menilai air minum dalam kemasan (AMDK) yang mengandung senyawa bromat di atas ambang batas sehingga membahayakan kesehatan bisa ditarik dari peredaran.

“Sesuai regulasi, AMDK yang terbukti memiliki kandungan senyawa bromat di atas ambang batas sehingga dinilai membahayakan kesehatan bisa ditarik dari peredaran,” kata Pengawas Farmasi dan Makanan BBPOM Padang, Azfrianty di Padang, Rabu.

Ia mengatakan sesuai UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, industri wajib mematuhi standar keamanan yang sudah ditetapkan. Ambang batas aman untuk bromat sesuai standar SNI adalah 10 ppb.

Tetapi untuk mengukurnya secara akurat hanya bisa dilakukan pada laboratorium yang memiliki perlengkapan memadai. Sementara saat ini di Sumbar, laboratorium yang tersedia belum bisa mengukur kadar bromat secara akurat.

Meski demikian, dia mengatakan, BBPOM Padang telah melakukan fungsinya untuk pengawasan semaksimal mungkin. Tidak hanya bromat, tetapi juga kandungan senyawa dan logam berbahaya lainnya.

Azfrianty menyebut saat ini jumlah industri air minum dalam kemasan di indonesia mencapai 1330 unit sementara di Sumbar terdata 24 unit.

Sementara, Guru Besar Lingkungan Universitas Negeri Padang, Prof. Dr. Indang Dewata menyebutkan bromat sebenarnya bukan senyawa yang ada di alam. Bromat muncul dari proses ozonisasi dari air yang mengandung bromida.

Ia menilai salah satu cara untuk mengidentifikasi air kemasan mengandung bromat adalah dengan mengecek sumber air yang digunakan. “Jika sumber air mengandung bromida maka bisa dipastikan air kemasannya mengandung bromat,” katanya.

Ia menyebut faktor yang memengaruhi terbentuknya itu diantaranya adalah PH Air, konsentrasi ion bromida dalam air, kadar ozon dan lamanya proses ozonisasi atau filterisasi air mengandung bromida.

Pakar hukum kesehatan dari Universitas Eka Sakti, Dr (cand) Firdaus Diezo mengatakan, referensinya tentang bromat sebenarnya cukup luas jika merujuk mesin pencarian secara online. Namun, kadang kepedulian masyarakat terkait hal itu masih kurang.

Ia menilai aturan terkait pangan termasuk AMDK sebenarnya sudah lengkap yaitu UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan dan UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Aturan tersebut menyebutkan produsen wajib mencantumkan informasi kandungan produk pada kemasan termasuk untuk AMDK.

Hanya saja untuk bromat, memang ada aturan khusus yaitu Permenperin No 26. Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perubahan Atas Permenperin No 78M-IND/PER/11/2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, dan Air Minum Embun secara Wajib.

Dalam aturan itu disebut uji bromat untuk sementara waktu tidak dilakukan sampai ada laboratorium yang memiliki kemampuan pengujian yang terakreditasi.

“Tapi kalau laboratorium ini sudah ada, maka kandungan bromat harusnya dicantumkan dalam informasi di kemasan,” katanya.

Terakhir, Pelaksana tugas (Plt) Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zulnadi menyebut konsumen memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari produsen.

Kalau hal itu dilanggar, maka ada saluran untuk menyelesaikan sengketa yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Terkait kandungan dalam AMDK, jika ada celah pada aturan yang ada sehingga hak konsumen untuk mendapatkan informasi tidak terpenuhi, maka pemerintah seharusnya mengambil kebijakan agar masyarakat tidak dirugikan. (rdr)

Exit mobile version