Ia mengatakan, sering kali masyarakat adat berbenturan dengan persoalan hak guna usaha (HGU) di kawasan tanah ulayat. Setelah masa HGU berakhir, otomatis tanah kembali ke tangan negara.
“Masyarakat hukum adat protes karena tanah mereka dikuasai negara. Namun, di satu sisi mereka (masyarakat adat) menyadari tidak bisa membuktikan secara hukum karena tidak mengantongi sertifikat,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, Kementerian ATR/BPN mencoba mencarikan mekanisme agar hak-hak dari masyarakat adat tidak dilanggar, salah satunya lewat penerbitan sertifikat hak tanah ulayat.
“Saya sampaikan tadi apabila masyarakat menginginkan sertifikat itu dalam satu kelompok atau secara komunal, silahkan,” katanya.
Namun, apabila masyarakat hukum adat menginginkan di atas tanah komunal itu juga diterbitkan sertifikat, maka Kementerian ATR/BPN juga siap memfasilitasi.
“Yang jelas kami mengharapkan seluruh tanah-tanah ulayat masyarakat hukum adat semuanya disertifikatkan,” tuturnya. (rdr/ant)




















