“Tindak pidana kehutanan bukan sekadar pelanggaran administrasi lahan, melainkan kejahatan yang berdampak sistemik terhadap ekologi, iklim, dan keselamatan generasi mendatang,” tegas Herry Heryawan.
Jenderal bintang dua ini kembali menegaskan komitmen Polda Riau untuk menegakkan hukum secara tegas dan berkeadilan terhadap setiap bentuk perusakan lingkungan, khususnya di kawasan hutan yang memiliki fungsi lindung dan konservasi.
“Kejahatan lingkungan adalah kejahatan lintas generasi. Oleh karena itu, Green Policing kami laksanakan secara nyata dengan kerja kolaboratif bersama DLHK, BPKH, akademisi, aktivis lingkungan, hingga rekan media,” tuturnya.
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang diterima pada akhir Mei 2025. Menindaklanjuti informasi tersebut, im Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Riau melakukan penyelidikan intensif dan menemukan adanya aktivitas perkebunan kelapa sawit secara ilegal di dalam kawasan hutan negara.
Sementara itu, Dirkrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro mengungkapkan, modus operandi para pelaku dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan celah administratif di tingkat lokal.
“Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang,” ujar Ade Kuncoro.
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar,” tutur Ade Kuncoro. (rdr/dtk)





















