Sejak pertama kali digulirkan pada Maret 2024, pertarungan Mike Tyson vs Jake Paul sudah memicu kontroversi. Salah satunya berpusat pada isu kelayakan Mike Tyson naik ring dengan usia 58 tahun.
Salah satu promotor terkemuka asal Inggris, Eddie Hearn, menyebut bahwa laga Mike Tyson vs Jake Paul pekan ini “berbahaya, tak bertanggungjawab, dan tak menghormati tinju.”
“Saya berharap ini (pertarungan) yang layak, dan tidak berisi koreografi tak ada artinya,” kata Eddie Hearn sebagaimana dipetik dari The Guardian.
“Dan saya harap sungguhan. Tetapi jika Tyson di usia 20 tahunannya memukul Jake Paul dia akan membuat (Paul) berada di rumah sakit selama seminggu. Tetapi kini dia adalah orang tua.”
Dari sisi bisnis sudut pandangnya berbeda. Presiden agensi pemasaran olahraga global, IMG, Adam Kelly, mengatakan bahwa pertarungan Tyson vs Paul punya potensi untuk memecahkan beberapa rekor rating.
Adam Kelly berkaca pada pertarungan antara juara dunia yang sudah pensiun, Floyd Mayweather, dan bintang UFC, Conor McGregor, pada 2017. Laga tersebut tercatat sebagai pay-per-view terlaris setelah laga Floyd Mayweater-Manny Pacquiao.
Dalam kasus Tyson vs Paul, Kelly beranggapan bahwa pertarungan tersebut bisa mendatangkan dua kelompok audiens. Tyson akan membawa komunitas tinju sementara Paul datang dengan pengikutnya di Youtube.
“Dan ini memicu sebuah tren di mana orang yang dianggap tidak cocok, influencer–orang-orang seperti Logan Paul, Jake Paul, KSI dan yang lainnya–mulai menyadari bahwa banyak orang akan membeli pengalaman acara yang berbeda,” kata Kelly.
Disiarkan melalui Netflix, baik Tyson dan Paul dikabarkan masing-masing mendapatkan US$ 20 juta (sekitar Rp313,80 miliar) untuk laga ini. Netflix sendiri memiliki pelanggan nyaris 300 juta di seluruh dunia.
Sejak terakhir kali naik ring untuk laga profesional menghadapi Kevin McBride pada 11 Juni 2005, Tyson sudah dua kali bertarung di laga eksebisi. Yakni menghadapi Corey Sanders pada 2006 dan Roy Jones Jr pada 2020. (rdr/akt)