Oleh: Erizal – Pengamat Politik, Politisi Partai Gelora
Hasil quick count dan real count di DKI Jakarta menunjukkan Anies Baswedan pun kalah di DKI Jakarta. Meski kalah tipis, tapi itu besar artinya karena Anies belum lama sebagai Gubernur di DKI dan menjadikan kisah kepemimpinannya di DKI sebagai kisah sukses yang selalu disebut.
Hanya sekitar 40 persen, jauh dibanding suara Anies pada putaran kedua melawan Ahok, yang mencapai 57 persen. Artinya, hanya itu modal Anies, kalau nanti maju lagi pada Pilgub DKI. Modal yang kurang sebagai petahana. Apalagi telah terbukti kalah pula. Modal yang tak mood.
Agak lain saja rasanya. Kalah Pilpres, di tempat yang kalah, masih mau maju lagi Pilgub. Kalau kalah juga, habis sudah. Ini bukan soal kalah, bangun lagi, kalah, bangun lagi, seperti halnya Prabowo. Prabowo bikin partai dan sejak awal memang targetnya Presiden, bukan yang lain.
Anies hanya melompat-lompat dari satu posisi ke posisi lainnya. Saat dia melompat ke tempat paling tinggi, yaitu capres dan kalah, maka saat dia melompat lagi ke bawah sebagai cagub, di tempat harus menang tapi kalah, maka image buruk. Image buruk dalam politik itu persoalan.
Meski belum terdengar Anies akan maju Pilgub DKI, tapi namanya sudah lazim disebut orang. Melawan Ridwan Kamil yang namanya sudah beredar baru-baru ini, akan berat bagi Anies. RK lawan tanding sangat kuat, meski bagi Ahmad Sahroni tak begitu. AS tak ada beban bilang itu.
Beda dengan Anies yang bebannya bertumpuk. Kalah Pilpres, kalah di DKI, ambisius, melompat ke bawah, dan sebagainya. Lain kalau Anies menang telak di DKI, meski kalah se-Indonesia. Karena itu, maju Pilgub DKI pun Anies akan kalah. Apalagi DKI bukan medan yang enteng. (*)