“Sebentar lagi, mereka sibuk mengurus pilpres, berhenti orang itu mengurus pertanian, karena lebih bagus menempelkan gambar, memberi uang ketimbang membajak sawah, sehingga timingnya lagi yang tidak tepat,” katanya.
“Namun, petahana bisa saja beralasan baru penyesuaian dan setengah bekerja, nanti setelah (pemilu) ini, baru benar-benar bekerja, itu nanti yang akan dijual,” sambungnya.
Menurutnya, pemerintah tak melibatkan perantau ataupun universitas yang fokus ke pertanian itu.
“Bahwasanya gubernurnya orang pertanian, iya, tapi apakah orang-orang di atas itu dilibatkan, belum tentu,” ucapnya.
Terkait dengan ketidakhadiran Presiden RI, Joko Widodo pada momen pembukaan Penas KTNA XVI yang telah selesai dilaksanakan, menurutnya adalah salah Sumbar sendiri.
“Kalau dibilang Presiden tidak adil, tidak mungkin. Mau bagaimanapun, Mahyeldi itu terpilih sebagai Gubernur, dia adalah Gubernur terpilih. Yang menjadi persoalan, timingnya ini tidak pas, orang di Sumbar itu sudah membahas siapa Presiden mendatang, orang tidak lagi membahas teknologi pertanian, termasuk pemerintahnya. Kita yang tak pandai melobi (pusat),” ungkapnya.
Selain itu, dia menyebut road map atau perencanaan kerja serta program masing-masing OPD di Sumbar itu tidak berjalan dengan optimal.
“Lah, orang Pertanian aja sibuk berpolitik, si anu kepala dinasnya, diganti dengan si anu sibuk dengan itu ke itu saja, kapan urus petani ini? Ini salah satu contoh. Makanya, kita tidak pernah fokus dengan itu,” katanya.
“Pada intinya, Sumbar itu tertinggal dari segi infrastruktur. Kitalah di Indonesia ini yang tertinggal dari segi infrastruktur, kalah dengan Maluku Utara (Malut),” pungkasnya. (rdr-008)