“Dihitung dulu berapa rendemennya, dan kemudian baru disepakati berapa harga yang pantas,” tegasnya.
“Supaya kelembagaannya cepat terbentuk, untuk sementara, kukuhkan saja pedagang pengumpul sebagai ketua kelompok dan pemilik kebun jadi anggotanya, dan kemudian dudukan dengan pengusaha PKS guna menyepakati harga yang proporsional,” tegas Novermal.
Ia mendorong pembentukan pansus dikarenakan dalam penyelesaian persoalan harga TBS kebun swadaya ini juga tidak mengacu kepada Pergub yang sudah ada.
“Karena Pergub tersebut belum juga dilaksanakan, makanya kita dorong dengan pembentukan Pansus,” tegas Novermal.
“Nanti rekomendasi Pansus jadi keputusan DPRD, dan itu wajib dilaksanakan oleh Bupati, Kalau tidak dilaksanakan, DPRD punya Hak Interpelasi untuk mempertanyakannya. Tapi, saya yakin Bupati pasti akan membela hak masyarakatnya, dan pasti juga tidak akan merugikan pengusaha yang berinvestasi di daerahnya,” tegasnya.
Disamping persoalan harga TBS kebun swadaya, lanjut Novermal, pihaknya juga akan mendorong Bupati supaya segera menambah PKS di daerahnya. Di Pessel ada 76,2 ribu hektare kebun kelapa sawit, dan 41,3 ribu hektare adalah kebun rakyat atau kebun swadaya. Sementara PKS baru ada 5 unit, dan 2 unit milik Incasi Raya Grup tidak lagi membeli TBS kebun swadaya.
“Untuk itu, Bupati harus tegas mencabut izin PKS yang sudah diberikan, tapi tidak segera menyelesaikan pembangunan pabriknya, dan memberi izin baru kepada investor yang betul-betul serius ingin membangun PKS dan mau bermitra dengan pekebun swadaya,” tegasnya.
Keenam anggota DPRD Pessel yang mengusulkan pembentukan Pansus tersebut adalah, Novermal (PAN), Awarisman (Demokrat), Aljufri (Nasdem), Ronaldi (PDI Perjuangan), Rahman (PKB), dan Yusman (PKS). “Insya Allah pembentukan Pansus ini akan didukung oleh semua anggota DPRD. Karena, ini menyangkut nasib puluhan ribu keluarga yang bergantung hidup pada kebun kelapa sawit swadaya,” pungkasnya. (rdr/rel)