KAI Divre II Sumbar Apresiasi Galanggang Arang 2024

Galanggang Arang 2024 yang diselenggarakan sejak 4 Mei hingga 7 Agustus 2024 di delapan daerah. (Foto: Dok. Istimewa)

Galanggang Arang 2024 yang diselenggarakan sejak 4 Mei hingga 7 Agustus 2024 di delapan daerah. (Foto: Dok. Istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional II Sumatera Barat (Sumbar) mengapresiasi gelaran Galanggang Arang 2024 yang diselenggarakan sejak 4 Mei hingga 7 Agustus 2024 di delapan daerah.

Daerah itu mencakup jalur Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yakni Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota Solok, Kota Sawahlunto, serta Kabupaten Sijunjung.

Galanggang Arang 2024 terlaksana oleh inisiatif dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek), dalam hal ini Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) serta delapan pemerintah daerah tersebut, serta DJKA Kemenhub, KAI, PTBA, dan PT Pelindo.

Galanggang Arang 2024 merupakan kali kedua dilaksanakan, dimana sebelumnya juga digelar pada tahun 2023.

Galanggang Arang digelar untuk mengingatkan kembali kepada generasi muda dan masyarakat Padang Panjang tentang Warisan Tambang Batu Bara Ombilin-Sawahlunto (WTBOS) yang 2019 lalu telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan dunia.

Kepala Hubungan Masyarakat (Kahumas) KAI Divre Regional II Sumbar, M As’ad Habibuddin menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada seluruh pihak yang terlibat atas terselenggaranya iven yang rutin digelar tiap tahunnya tersebut.

“Kami berharap supaya masyarakat dapat bersama-sama berperan aktif untuk menjaga dan merawat aset-aset KAI baik stasiun, jalur rel, dan lainnya dalam rangka turut melestarikan warisan dunia UNESCO yang ada di Sumbar,” katanya.

Keberadaan jalur kereta api di Sumbar, kata As’ad erat kaitannya dengan batu bara. Sejak ditemukan batu bara di Sungai Ombilin, Sawahlunto pemerintah Hindia Belanda mulai memikirkan metode pengangkutan batu bara ke pelabuhan.

Pada tahun 1873, insinyur Belanda, J. L. Cluysenaer memimpin sebuah tim guna melakukan penelitian. Hasilnya di tahun 1875 diusulkan pembangunan jalur kereta api dari Muaro Kalaban ke Padang menembus Pegunungan Bukit Barisan.

“Namun rute usulan tersebut ditolak karena sulit direalisasikan. Pada tahun 1878, Cluysenaer menyarankan pembangunan jalur kereta api melalui Lembah Anai,” katanya.

Selang 10 tahun kemudian, pembangunan dimulai berdasarkan Undang-undang (UU) 6 Juli 1887 Lembaran Negara nomor 163.

Pelaksanaan pembangunan dilaksanakan perusahaan kereta api negara Staatssporwegen ter Sumatra Westkust (SSS) dipimpin J W Ijzerman, seorang ahli jalan kereta api.

Ijzerman meluaskan usulan Cluysenaer, dimulai dari Puluaer ke Sawahlunto yang dibangun secara bertahap.

Tahap awal SSS meresmikan jalur kereta api Pulu Aer-Padang Panjang pada 1 Juli 1891.

Bersamaan itu pula dibuka secara umum Stasiun Puluaer dan Stasiun Padang Panjang. Antara jalur kereta api Kayu Tanam-Padang Panjang, di beberapa bagian terdapat jalur bergigi.

Selanjutnya tahap kedua, jalur kereta api dari Padang-Panjang menuju Solok mulai aktif digunakan pada 1 Juli 1892.

Hal ini menandai pembukaan Stasiun Batu Tabal, Stasiun Kacang, Stasiun Singkarak dan Stasiun Solok. Jalur bergigi terdapat antara Stasiun Padang Panjang dan Stasiun Batu Tabal.

Dalam tahap ketiga, jalur kereta api sepanjang 23 km dari Solok ke Muara Kalaban diresmikan pada 1 Oktober 1892.

Stasiun Sungai Lasi, Stasiun Silungkang, dan Stasiun Muara Kalaban dibuka untuk umum pada waktu itu bersamaan peresmian jalur tersebut. (rdr)

Exit mobile version