PADANG, RADARSUMBAR.COM – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi merespons terkait maraknya kasus asusila yang terjadi di provinsi tersebut dalam beberapa minggu terakhir.
Ia mengaku untuk menyikapi masalah tersebut, dirinya telah meminta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk mengadakan diskusi spesifik yang melibatkan seluruh unsur. Tujuannya, agar langkah-langkah preventif dapat segera diambil.
Mahyeldi menilai, terjadinya kasus itu, telah mencoreng nama baik daerah. Padahal, selama ini Sumbar dikenal sebagai daerah yang memegang teguh falsafah ‘Adat Basandi Syara’, Syarak Basandi Kitabullah’ (ABS-SBK) oleh masyarakat luas.
“Semestinya ini tidak terjadi dan tidak boleh lagi terjadi di Sumbar,” kata Mahyeldi saat menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan Seminar Nasional dan Musyawarah Wilayah Himpunan Ilmuan dan Sarjana Syariah Indonesia (HISSI) Sumbar di Auditorium Gubernuran, Kamis (8/8/2024) siang.
Mahyeldi mengatakan, sebelumnya diskusi spesifik terkait masalah ini, telah pernah dilakukan dan dihadiri oleh seluruh pihak terkait di Sumbar. Beberapa rencana aksi untuk tindakan preventif, juga berhasil disepakati dalam diskusi tersebut.
Adapun rincian rencana aksi yang telah disepakati itu di antaranya, melakukan kegiatan Pekerja Sosial (Peksos) goes to school, Peksos goes to pesantren, penguatan edukasi pada anak tentang bagian tubuh sensitif yang tidak boleh disentuh orang lain, edukasi pada anak agar berani melaporkan tindak kekerasan yang dialami, video stop kekerasan pada anak hingga khutbah jumat dengan tema stop kekerasan pada anak.
“Tidak ada salahnya, kegiatan FGD tentang ini dilaksanakan lebih sering, kalau bisa dengan pemateri berbeda. Tujuannya, agar hasilnya menjadi lebih terukur dan matang, karena nanti, itu akan kami jadikan dasar dalam pengambilan kebijakan,” katanya.
Meski pun demikian, Gubernur Mahyeldi menegaskan, pemerintah tidak bisa jalan sendiri dalam mengatasi permasalahan ini. Perlu peran aktif dari banyak pihak, terutama tokoh agama, tokoh adat, dan seluruh masyarakat.
“Sebab kearifan lokal Minangkabau, telah mengajarkan bahwa peran tali tigo sapilin dan tungku tigo sajarangan (tokoh adat, tokoh agama, dan cadiak pandai) terbukti efektif untuk menyelesaikan banyak persoalan di tengah masyarakat. Peran itu yang saat ini perlu diperkuat kembali,” tuturnya. (rdr)