PADANG, RADARSUMBAR.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan para santri yang diduga menjadi korban kekerasan seksual di Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar) agar segera divisum untuk pengungkapan kasus hingga pemulihan korban.
“Visum kepada korban ini adalah upaya yang harus cepat dan segera dilakukan meskipun mereka laki-laki,” kata Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, Jumat (9/8/2024) siang.
Setelah proses visum dilakukan, KPAI menyarankan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) segera melakukan pendampingan psikologis kepada para korban kekerasan seksual tersebut.
Diyah menegaskan apabila UPTD tidak mampu, maka KPAI siap memberikan bantuan lewat kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di tanah air.
Pendampingan ini, katanya, sangat penting untuk memutus potensi korban menjadi pelaku di kemudian hari.
“Pendampingan ini penting dilakukan. Sebab, korban kekerasan seksual laki-laki jika psikologisnya tidak didampingi hingga tuntas, ia bisa menjadi pelaku,” katanya.
Ia mengatakan, potensi korban menjadi pelaku tidak hanya sebatas perkiraan namun sudah ada bukti kasus hingga adanya kajian ilmiah di Universitas Airlangga (Unair), Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Pihaknya mengkhawatirkan apabila kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan dibiarkan begitu saja, maka bisa menjadi sesuatu yang buruk terhadap anak-anak di masa depan.
Oleh karena itu, perlu tindakan tegas bagi pelaku dan upaya nyata pencegahan kekerasan seksual.
Pencegahan dan upaya nyata diperlukan karena regulasi yang selama ini dibuat oleh Kementerian Agama (Kemenag) belum sepenuhnya efektif mencegah kekerasan seksual di ranah pendidikan terutama di pondok pesantren (Ponpes).
“Sebenarnya sudah ada peraturan Menteri Agama (Menag) atau peraturan yang dikeluarkan Kemenag, tetapi faktanya kasus kekerasan seksual masih terjadi,” katanya.
Di lain sisi, Ponpes MTI Canduang dilaporkan memecat secara tidak hormat dua oknum guru yang melakukan kekerasan seksual terhadap santri, sekaligus memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada seluruh korban.
Pemberhentian secara tidak hormat terhadap dua oknum guru tersebut demi menjaga integritas proses penyelidikan. MTI juga menegaskan komitmen terhadap keamanan dan kesejahteraan santri untuk menyediakan lingkungan belajar yang aman. (rdr/ant)