“Kami mengapresiasi inovasi aplikasi digital yang telah membantu memperlancar proses penebusan pupuk. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama terkait aksesibilitas teknologi ini di wilayah yang konektivitas internetnya terbatas,” kata Yeka menanggapi laporan tersebut.
Ombudsman juga menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam penambahan kuota pupuk bersubsidi untuk tahun ini, yang dinilai sebagai langkah positif dalam mendukung kesejahteraan petani.
Peningkatan kuota ini diharapkan dapat mengurangi kelangkaan pupuk yang sering terjadi di musim tanam, serta meningkatkan produksi pangan nasional.
“Kami sangat menghargai upaya pemerintah dalam menambah kuota pupuk bersubsidi. Ini adalah langkah yang sangat berarti bagi para petani yang selama ini sering kali menghadapi kelangkaan pupuk di musim tanam. Namun, penambahan kuota ini harus dibarengi dengan perbaikan sistem distribusi dan pendataan yang lebih akurat,” kata Yeka.
Dalam konteks ini, Yeka juga menekankan pentingnya pembaruan data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang lebih sering dan akurat, serta pengalokasian anggaran yang memadai untuk pendataan.
Menurutnya, pendataan yang akurat merupakan kunci utama dalam memastikan distribusi pupuk yang tepat sasaran.
“Kami mendorong agar pembaruan data RDKK dilakukan dengan frekuensi yang lebih sering. Data yang akurat akan memastikan bahwa distribusi pupuk bersubsidi tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Ini penting agar subsidi yang diberikan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh petani,” kata Yeka.
Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sumbar, Adel Wahidi mengatakan, pada awal tahun ini, banyak petani yang melakukan penebusan pupuk secara berkelompok karena keterbatasan akses dan alat pembayaran.
Namun, dengan peningkatan fasilitas dan sistem, sekarang penebusan sudah dilakukan secara individu oleh para petani.”
“Kuantitas kios harus diperbanyak. Idealnya, setiap desa memiliki minimal satu kios pupuk. Dengan demikian, petani tidak perlu menempuh perjalanan jauh hanya untuk menebus pupuk, yang tentunya akan mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan,” katanya.
Adel juga menyoroti perlunya pengembangan mode offline pada aplikasi i-Pubers, yang saat ini masih tergantung pada koneksi internet.
Mode offline ini, katanya, sangat penting, terutama untuk kios-kios yang berada di daerah dengan konektivitas internet yang belum memadai.
“Kami mendorong agar mode offline pada aplikasi i-Pubers segera diimplementasikan di setiap kios. Ini akan sangat membantu petani di daerah terpencil yang koneksi internetnya masih terbatas, sehingga mereka tetap dapat mengakses layanan penebusan pupuk tanpa hambatan teknologi,” tuturnya.
Kunjungan kerja ini diharapkan dapat memberikan masukan konstruktif bagi pemerintah daerah dan pusat dalam meningkatkan layanan distribusi pupuk bersubsidi, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional. (rdr)