“Hampir setiap cerita yang saya tuturkan berasal dari adaptasi cerita rakyat, mite ataupun legenda. Nah cerita kali ini dibawa diadaptasi dari pengetahuan WTBOS,” katanya.
Obe bersama teman-teman pendongeng lainnya di Sumatera Barat menginisiasi ruang ekspresi dongeng yang bernama Mampir Dongeng. Selain itu, ia juga aktif menempa diri bersama penutur nusantara di Komunitas Ventrilokuis Indonesia.
“Pemilihan Golin Kundang sebagai boneka yang tampil tentu memiliki alasan. Sumatera Barat termasuk provinsi yang memiliki populasi monyet yang besar. Monyet-monyet tersebut memiliki habitat hidup di hutan, salah satunya di hutan yang terbentang jalur perkeretaapian zona B WTBOS di pada tujuh kabupaten kota,” kata Kurator Galanggang Arang, Mahatma Muhammad
Lanjut Mahatma, jika kita melewati jalan aspal dari Lembah Anai menuju Padang Panjang, maka akan melihat banyak sekali monyet yang berkumpul di sekitar rel pada sisi kiri atau kanan jalan.
Penampilan Golin Kundang dan cerita soal WTBOS akan mengasosiasikan ingatan anak ke lokasi rel kereta dan kereta api yang mengangkut batubara. Lalu, dongeng adalah media yang relevan untuk menyampaikan pengetahuan itu kepada anak-anak.
Mila, salah satu orang tua anak yang hadir memberikan apresiasinya. “Pertunjukan ini mengingatkan saya saat masa kecil yang sering menonton Kak Ria dan Boneka Susan. Dongeng seperti ini jarang sekali kami temukan di Sumatera Barat. Jadi tidak hanya sekedar membuat keceriaan saja, tapi ada edukasinya juga,” katanya.
Ketua Pokja WTBOS Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Yayuk Sri Budi Rahayu pada pidato pembukaannya mengatakan, helatan ini bertujuan untuk memperkenalkan warisan dunia kepada anak tentunya dengan bahasa anak-anak.
“Sumatera Barat memiliki salah satu dari 10 warisan dunia yang ada di Indonesia. Dalam upaya merawat warisan dunia ini penting untuk sejak dini mengenalkan warisan tersebut kepada anak,” tuturnya. (rdr)