Dukung Pendaftaran Tanah Ulayat, Gubernur Sumbar Diganjar Penghargaan oleh Kementerian ATR-BPN

Pemerintah memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat.

Gubernur Sumbar, Mahyeldi. (Foto: Dok. Adpim)

Gubernur Sumbar, Mahyeldi. (Foto: Dok. Adpim)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi kembali mendapatkan penghargaan nasional. Dukungannya dalam pendaftaran tanah ulayat di Sumbar diapresiasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) via penghargaan.

Penghargaan tersebut diterima Gubernur Mahyeldi diwakili Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sumbar, Rifda Suriani dari Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono, Kamis (5/9/2024) pada kegiatan ‘International Meeting on Best Practice of Ulayat Land Registration in Indonesia and Asean Countries’ di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar).

“Penghargaan ini akan menjadi motivasi bagi kami untuk terus menjaga dan menghormati hak tanah ulayat di Sumbar,” kata Mahyeldi, Senin (9/9/2024) siang.

Pemerintah, katanya, memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat. Termasuk hak ulayat, keberadaanya tidak hanya dijamin dalam konstitusi Negara Republik Indonesia.

Kemudian diamanahkan dalam Pasal 3 Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Pengakuan tersebut juga menjadi perhatian dan komitmen global yang tertuang dalam berbagai konvensi internasional, seperti The United Nations Charter 1945, dan International Labor Organization Convention 169 di Geneva Tahun 1989, yang mendeklarasikan Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries.

“Jadi tanah ulayat itu tidak hanya diakui oleh negara. Secara internasional juga diakui keberadaannya dan dihormati kepemilikannya,” katanya.

Dikatakannya, tanah hak ulayat masyarakat hukum adat di Sumbar pada umumnya adalah tanah ulayat masyarakat adat Minangkabau dengan sistem kekerabatan matrilineal.

Suatu sistem kekerabatan unik yang masih eksis di dunia. Wilayahnya di Sumatera Barat meliputi 18 kabupaten dan kota, dapat mempunyai kepastian hukum dalam penguasaan dan pemanfaatannya.

Kepastian hukum tersebut berlaku bagi kesatuan dan kelompok anggota masyarakat hukum adat, maupun bagi pihak luar yang akan memanfaatkan tanah ulayat.

Kepastian hukum itu diberikan melalui pendaftaran tanah ulayat. Diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN nomor 14 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Eksistensi tanah ulayat masyarakat hukum adat masih banyak tersebar di berbagai daerah kabupaten dan kota di Sumbar. Memiliki peran sentral bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Bahkan, tanah ulayat menjadi salah satu penopang ketahanan nasional ketika terjadi krisis, karena masyarakat masih memiliki tanah milik bersama sebagai sumber penghasilan dan penghidupan mereka.

Di sisi lain, tanah ulayat juga merupakan identitas bagi masyarakat adat yang berdimensi sosial, politik, budaya, dan agama, yang harus dipertahankan karena sebagai penentu eksistensinya.

Hanya saja, selama ini secara adat tanah ulayat tidak dikenal adanya pencatatan tertulis. Batas-batas tanah ulayat biasanya hanya ditentukan dengan tanda-tanda alam saja. Ini tentu mudah sekali berubah, dan tidak dapat memberi kepastian.

“Untuk itu selaku Pemerintah Daerah, kami sangat mendukung penuh kebijakan pengadministrasian dan pendaftaran tanah ulayat, yang telah secara resmi dicanangkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN pada tanggal 29 Februari 2024. Apalagi setahun sebelumnya, kami ditetapkan menjadi salah satu provinsi Pilot Projek kebijakan ini,” katanya

Melalui kebijakan tersebut, maka tanah ulayat di Sumbar dapat dicatat dan disertifikatkan. Untuk tanah ulayat Nagari dapat diberikan dalam bentuk sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) dengan pemegang hak atas nama Kerapatan Adat Nagari (KAN).

Terhadap tanah ulayat Kaum atau Suku dapat dicatat dan diberikan sertifikat Hak Milik (HM) atas Nama Kaum atau Suku, karena kewenangannya bersifat keperdataan.

Adanya kepastian hukum tanah ulayat ini, diyakini dapat meminimalisir sengketa dan konflik tanah ulayat.

Selain itu, juga membuka peluang dan potensi besar tanah ulayat untuk dikembangkan serta dikerjasamakan melalui skema investasi.

Sejak ditetapkan menjadi pilot projek, hingga kini di Sumbar telah berhasil diterbitkan sembilan bidang tanah ulayat nagari dengan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Kerapatan Adat Nagari (KAN).

Dengan total lahan seluas 242,04 hektare, yaitu tiga di masing-masing Nagari Sungai Sungayang dan Tanjung Bonai, Kabupaten Tanah Datar.

Kemudian dua di Nagari Tanjung Haro Sikabukabu Padang Panjang dan satu di Nagari Sungai Kumayang, Kabupaten Limapuluh Kota.

“Kami berharap dengan pendaftaran tanah ulayat ini berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kita. Karena tanah ulayat tersebut dapat dikerjasamakan untuk sektor pariwisata, pendidikan, kebudayaan, pertanian dan pertambangan. Apalagi Sumbar dikenal memiliki tanah yang subur, pesona alam yang indah, kebudayaan yang religius, serta sumber daya alam yang berlimpah,” tuturnya. (rdr/adv)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version