BNPB akan Perkuat Mitigasi dan Sistem Peringatan Dini untuk Cegah Galodo di Masa Mendatang

Pembangunan sistem peringatan dini tersebut akan bekerjasama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto. (dok. istimewa)

Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto. (dok. istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Menyusul bencana banjir lahar hujan dan tanah longsor yang menerjang Sumatra Barat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan memperkuat sistem peringatan dini banjir lahar hujan dan tanah longsor atau ‘galodo’ di sekitar kawasan rawan bencana Gunung Marapi.

Hal ini disampaikan oleh Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto pada rapat koordinasi penanganan darurat, yang di gelar di Istana Bung Hatta, Bukittinggi pada Kamis (16/5/2024).

Rapat koordinasi tersebut dipimpin oleh Kepala BNPB dan dihadiri oleh Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Wakil Gubernur Sumatra Barat Audy Joinaldy, dan Anggota DPR RI Komisi VIII John Kenedy Azis.

‘Galodo’ sendiri merupakan istilah yang dikenal oleh masyarakat Minangkabau berupa aliran sungai disertai dengan sedimen (pasir, kerikil, batu dan air ) dalam satu paket/ unit dengan kecepatan tinggi atau air bah.

Suharyanto mengatakan pihaknya akan mendorong penguatan sistem peringatan dini bagi masyarakat khususnya yang berada tidak jauh dari kaki Gunung Marapi di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam.

Nantinya, pembangunan sistem peringatan dini tersebut akan bekerjasama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

“Segera buat sistem peringatan dini menggunakan kabel untuk mengukur tinggi muka air karena kan itu tidak mahal jadi bisa menggunakan hibah dan rehabilitasi atau dana siap pakai nanti kami akan terus mendampingi pemerintah daerah,” kata Suharyanto.

Pembuatan sistem peringatan dini tersebut sesuai dengan rekomendasi yang disampaikan oleh BMKG. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, perlu adanya sistem peringatan dini bencana banjir bandang atau galodo langsung di masyarakat.

Sebab, peringatan dini yang selama ini ada dan dikeluarkan BMKG hanya terkait dengan peringatan dini hujan.

“Sebelum terbangunnya sabo dam hujannya harus terus dimonitor peringatan dini yang kami sampaikan adalah peringatan dini hujan dan ini tidak terkait dengan peringatan dini banjir lahar jadi harus ada alat untuk mengukur tinggi muka air di sungai aliran lahar, seperti bentang kabel jadi kalau sudah terputus sirine akan berbunyi dan itu dipasang di hulu atas,” jelas Dwikorita.

Dwikorita menyampaikan, setelah melakukan analisa di wilayah Sumatra Barat, ditemukan bahwa meskipun musim kemarau namun wilayah Sumatra Barat tetap hujan.

Sehingga diperlukan penanganan jangka panjang secara permanen berupa kesiapsiagaan dan mitigasi guna mengantisipasi bencana serupa terulang lagi.

“Karena memang di sekitar kaki Gunungapi Marapi banyak pertemuan sungai, bahkan hingga tiga sungai maka ini perlu ditangani dengan kesiapsiagaan dan mitigasi jangka panjang ini menjadi ancaman berikutnya dikhawatirkan lebih besar kami tidak menakuti tapi ini harus ditangani bersama, apabila tidak ada hujan insyaAllah aman,” kata Dwikorita dalam paparannya saat rapat koordinasi tersebut.

Guna mengantisipasi bencana susulan, mitigasi dan kesiapsiagaan menjadi salah satu aspek yang perlu diperkuat lagi.

Untuk itu, BNPB bersama dengan BMKG masih akan melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC), mengingat masih ada potensi banjir lahar yang baru dengan volume yang lebih besar menyusul prakiraan cuaca yang telah dideteksi oleh BMKG.

“Semoga TMC yang sudah dilakukan dan masih terus dilakukan dapat mengurangi curah hujan dan memperlambat turunnya hujan, disamping BMKG siap membantu instansi terkait dalam membangun sistem peringatan dini berdasarkan tinggi muka air dan kami akan terus mensupply informasi tentang hujan,” ungkap Dwikorita.

Selain itu, dirinya menyarankan agar dapat dibangun sabo dam atau bangunan penahan, perlambatan dan penanggulangan aliran lahar di sepanjang sungai yang berpotensi dialiri lahar. Sabo dam ini nantinya dilengkapi dengan sistem peringatan dini banjir lahar hujan.

Senada dengan Dwikorita, Suharyanto juga menekankan pentingnya penguatan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana lahar hujan Gunungapi Marapi.

Untuk itu, dirinya meminta agar pemerintah pusat dan daerah mengawal dan merealisasikan pembangunan sabo dam sebagai bagian dari infrastruktur mitigasi, memasang rambu zona bahaya, serta memasang alat pemantau curah hujan dan ketinggian muka air sungai.

“Mohon pembangunan sabo dam itu dikawal, tahun ini sampai tahun depan bisa 25 sabo dam bersama Kementerian PUPR, ini bagian dari infrastruktur mitigasi di aliran lahar dingin,” tegas Suharyanto.

Penguatan kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini tersebut merupakan bagian dari amanah UU Nomor 24 Tahun 2007, yang mana penanggulangan bencana meliputi upaya prabencana dan pascabencana. Tahap prabencana meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan peringatan dini.

Di mana hal tersebut merupakan kunci guna mengurangi risiko bencana di masa mendatang termasuk upaya meminimalisir dampak korban jiwa.

Sementara itu, mitigasi bisa diartikan sebagai upaya mengurangi risiko bencana baik dengan cara membangun fisik maupun melalui edukasi penyadaran dan peningkatan kapasitas menghadapi ancaman bahaya.

Pembangunan sabo dam serta relokasi merupakan bagian dari langkah mitigasi yang dilakukan pemerintah sebagai respon atas bencana banjir lahar hujan di Sumatra Barat. (rdr)

Exit mobile version