BPKH dan Unand Gelar Seminar Nasional Terkait Investasi Dana Haji

Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait pengelolaan keuangan haji yang semakin menjadi sorotan setelah dikeluarkannya Fatwa Ijtima' Ulama VIII.

Seminar Nasional BPKH yang digelar di Aula Serbaguna FH Unand. (dok. istimewa)

Seminar Nasional BPKH yang digelar di Aula Serbaguna FH Unand. (dok. istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bekerja sama dengan Universitas Andalas mengadakan Seminar Nasional dengan tema “Investasi Keuangan Haji oleh BPKH: Antara Kepastian Hukum dan Keadilan Bagi Jemaah Haji dalam Bingkai Keputusan Ijtima’ Ulama.”

Seminar ini dilaksanakan pada Rabu (26/9/2024) di Gedung Serbaguna, Fakultas Hukum Universitas Andalas (FHUA), Kota Padang.

Acara kolaborasi yang mengundang berbagai tokoh dari kalangan akademisi, ahli hukum dan pemerintah ini membahas pentingnya kepastian hukum dan keadilan dalam pendistribusian nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji kepada jemaah haji Indonesia.

Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam terkait pengelolaan keuangan haji yang semakin menjadi sorotan setelah dikeluarkannya Fatwa Ijtima’ Ulama VIII yang menyatakan bahwa pemanfaatan hasil investasi dari setoran awal calon jemaah haji untuk membiayai jemaah lain adalah haram.

Fatwa ini menjadi tantangan baru bagi BPKH, mengingat BPKH bertanggung jawab atas pengelolaan dana haji secara transparan, akuntabel, sesuai dengan prinsip syariah dan mematuhi regulasi nasional.

Fatwa Ijtima’ Ulama VIII merekomendasikan agar adanya perbaikan tata kelola keuangan haji pada Undang-Undang dan menjadikan fatwa ini sebagai panduan dalam mengelola dana haji di masa depan.

Sebagai badan hukum publik yang bertugas mengelola dana haji, BPKH menyadari pentingnya mengadopsi rekomendasi ini sambil tetap mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Revisi terhadap Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji pun sedang diupayakan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik dan memenuhi rasa keadilan bagi jemaah haji.

Razilu, Kepala BPSDM kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia, dalam sambutannya menyatakan, UU nomor 34 tahun 2014 dan PP nomor 5 tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan haji harus segera dilakukan agar mampu menjawab tantangan global.

Khususnya, dalam investasi dana haji yang lebih produktif dan sesuai syariah seperti menambahkan aspek: investasi langsung luar negeri, mekanisme pembagian nilai manfaat, dan pengawasan yang lebih transparan.

“Investasi dana haji saat ini masih terfokus pada instrumen yang aman, namun memberikan imbal hasil yang relatif rendah, perlu mencari instrumen yang lebih inovatif yang sesuai dengan prinsip syariah serta memberi nilai manfaat yang tinggi bagi jamaah,” katanya.

Kepala BPKH, Fadlul Imansyah, menyampaikan bahwa, Fatwa Ijtima’ Ulama memberikan panduan moral yang sangat penting bagi BPKH.

“Kami akan menjadikan fatwa ini sebagai salah satu referensi utama dalam perbaikan tata kelola dana haji, sambil terus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Fadlul.

Fadlul juga menegaskan komitmen BPKH untuk meningkatkan distribusi manfaat investasi kepada para jemaah haji.

Dalam pendapat hukumnya, Fadlul menegaskan bahwa fatwa ini memiliki nilai moral yang besar. Oleh karena itu, BPKH akan mengoptimalkan pengelolaan dan pendistribusian hasil investasi dana haji dengan mempertimbangkan aspek keadilan bagi jemaah haji.

BPKH juga akan mendorong adanya revisi regulasi yang dapat melindungi hak-hak jemaah haji, memastikan keamanan dana mereka, serta menghindari praktik-praktik keuangan yang merugikan.

Seminar ini menghadirkan sejumlah pembicara terkemuka, termasuk Prof. Denny Indrayana, ahli hukum tata negara, membahas aspek hukum pengelolaan keuangan haji.

Menurutnya, pengelolaan keuangan haji harus didasarkan pada prinsip keadilan bagi semua jemaah. Fatwa ini menjadi refleksi penting bahwa hukum dan moralitas syariah harus berjalan seiring untuk menjaga integritas sistem keuangan haji.

Sementara itu, Amirsyah Tambunan, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), menekankan pentingnya sinergi antara BPKH dan para ulama dalam mematuhi prinsip syariah.

“Keputusan Ijtima’ Ulama adalah upaya kolektif untuk memastikan pengelolaan keuangan haji tetap sesuai dengan hukum Islam. BPKH diharapkan terus memegang teguh prinsip-prinsip ini dalam seluruh aktivitas investasinya,” ujarnya.

Mewakili Komisi VIII DPR RI, John Kennedy Azis menyampaikan, alasan dibentuknya BPKH memiliki tujuan mengelola keuangan haji secara independen agar tidak terjadi conflict of interest dengan Kementerian Agama.

BPKH memberikan imbal hasil yang diperuntukkan untuk jemaah haji, seperti di tahun ini mencapai Rp11,5 Triliun yang digunakan untuk merasionalisasi biaya haji.

Imbal hasil diberikan kepada Jemaah haji tunggu dan jemaah haji berangkat yang diputuskan untuk menjaga sustainability keuangan haji, saat ini ada 5,3 juta Jemaah tunggu yang dana-nya harus dikelola dan tumbuh sampai saat keberangkatan.

“Dana haji yang dikelola oleh BPKH dipastikan aman dan transparan karena komisi VIII mendapatkan laporan terkait pengelolaan keuangan haji,” jelasnya.

Melalui seminar ini, BPKH berharap dapat memperoleh masukan dari berbagai pihak untuk meningkatkan tata kelola dana haji, memastikan bahwa dana tersebut dikelola secara berkelanjutan, transparan, dan memberikan manfaat yang adil bagi seluruh jemaah. (rdr)

Exit mobile version