“Oleh sebab itu ketika katakanlah, pihak (LBH Padang) mengatakan wah ini pasti begini, diharapkan memberi bukti atau saksi untuk didalami oleh penyidik,” katanya.
Benny Mamoto menilai Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono sangat terbuka dalam pengungkapan kasus kematian Afif Maulana dan berkomunikasi langsung dengan LBH Padang selaku pengacara dari keluarga korban.
“Kapolda membuka pintu, kalau memang ada masukan, informasi akan ditindaklanjuti untuk didalami. Agar energi tak terbuang, sebaiknya sampaikan saja, ini saya punya saksi, bukti dan lain sebagainya,” katanya.
Kompolnas, katanya, sengaja mengumpulkan seluruh pihak terkait dalam kasus kematian Afif Maulana untuk transparansi kasus, menguji dan menampung masukan serta saran lain sebagainya.
“Di dalam forum itu sudah head to head, (saksi) sudah ditanya oleh Indira, termasuk ahli ditanya LBH Padang. Forum itu dibuka dengan maksud, satu transparansi, kedua menguji, kemudian jika ada masukan dan saran sebagainya. Sebagai contoh, misal, Indira mau cari second opinion (mendatangkan) pakar forensik, bagus, bisa dihadirkan untuk memberikan pendapat. Menurut Kompolnas, transparansi ini perlu dilakukan agar tak simpang siur informasi,” katanya.
Dirinya juga menanggapi pernyataan Komjen (Purn) Susno Duadji yang mengatakan bahwa tidak perlu melibatkan banyak pihak dalam suatu kasus.
“Saya juga ingin mengklarifikasi Susno Duaji bahwa kami punya MoU dengan kementerian-lembaga terkait, jika ada kasus melibatkan anak-anak, maka yang turun KPAI, Komnas HAM, Kementerian PPPA, itu tidak diundang, mereka akan pasti turun, karena itu tugasnya. Nah, ketimbang turun sendiri, mari diskusi dan turun bersama-sama, satu urusin pendampingan anak, urusin konseling, keluarga korban, jadi jangan difikir rombongan ramai-ramai itu untuk mengacaukan penyidikan, tidak. Ini perlu dipahami agar masyarakat tidak berfikir kurang tepat seperti itu,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 17 personel Direktorat Samapta Polda Sumbar terbukti melanggar kode etik saat menangani dan mengamankan 18 remaja pelaku tawuran pada 9 Juni 2024 lalu.
Saat hari kejadian, remaja bernama Afif Maulana (13 tahun) yang diduga ikut dalam kelompok tawuran ditemukan meninggal dunia di aliran sungai bawah jembatan Kuranji, Kota Padang.
Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono mengatakan, 17 anggota yang melakukan pelanggaran itu akan segera disidangkan.
“Apakah nanti sidang komisi kode etik atau pidana, nanti kelanjutannya,” kata Suharyono usai bertemu dengan Ketua Harian Kompolnas, Irjen (Purn) Benny Jozua Mamoto, Kamis (27/6/2024) di Mapolda Sumbar.
Kehadiran Kompolnas ke Padang sekaligus untuk memeriksa dan melakukan olah TKP atas peristiwa itu.
“Sekali lagi kami telah mengumumkan, berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan kami kepada 40-an anggota, itu 17 anggota diduga terbukti memenuhi unsur,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan, pelanggaran yang dilakukan oknum anggota kepolisian itu antara lain menyulut api rokok ke tubuh remaja terduga pelaku tawuran, hingga tindakan pemukulan.
Suharyano mengatakan, saat ini pihaknya masih mencari objek atau siapa saja dari 18 remaja terduga pelaku tawuran ini yang mendapatkan tindakan kekerasan, sehingga pemberkasan perkara terhadap 17 anggota ini rampung.
“Kalau anggotanya dan apa yang dilakukannya sudah saya sampaikan dan ancaman hukumannya juga tentunya sudah ada. Tetapi nanti sebelumnya sidang dilakukan, pemberkasan juga harus mengklirkan terhadap siapa yang menjadi objeknya, yaitu 18 orang yang diperiksa di Mapolsek Kuranji,” katanya.
Untuk 17 anggota tersebut, kata Suharyono, masih dalam pemeriksaan intensif di ruangan Sub Direktorat (Subdit) Pengamanan Internal (Paminal) Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumbar. Mereka belum dilakukan penahanan.
“Sekarang masih pemeriksaan. Kalau penahanan ya pastinya belum. Tetapi orang-orangnya masih di Polda diperiksa di Paminal. Ini namanya juga penyelidikan, kan belum ada penahanan. Kalau penahanan kan upaya hukum setelah penyelidikan. Percayakan kepada kami. Semuanya anggota kami. Saat ini mereka masih di ruang Paminal dalam proses pemberkasan selanjutnya,” katanya.
Dalam beberapa kali kesempatan, Kapolda telah menegaskan dan sesumbar tidak ada anggota kepolisian melakukan kekerasan terhadap Afif Maulana. Hasil penyelidikan, bocah 13 tahun itu diketahui melompat dari atas jembatan atas ajakan rekannya Aditya.
Suharyano membeberkan penyebab patahnya enam tulang rusuk Afif Maulana bukan karena kekerasan. Dari hasil visum et repertum dan autopsi, kuat indikasi patahnya enam tulang rusuk Afif Maulana akibat benturan benda keras yang ada di sungai. Ketinggian jembatan ke bawah dasar sungai kurang lebih 20 meter.
“Ketinggian seperti itu dengan kekerasan dasar sungai seperti itu, bisa jadi tulang iga (rusuk) satu sampai enam di kiri belakang itu adalah benturan benda keras yang ada di dasar sungai. Apakah itu batu, tanah yang keras, keras cadas atau apa,” katanya.
Suharyono menegaskan pihaknya telah melakukan pengecekan dan olah TKP. Dipastikan, di bawah jembatan atau di sungai terdapat bebatuan yang keras.
“Kami sudah cek TKP memang di bawah itu batuan semua keras. Jadi kalau ada cerita ke sana kemari yang menceritakan itu, maaf saya, sudah menyampaikan beberapa kali dengan fakta dan keterangan saksi. Kami tidak mengasumsikan seolah-olah terjadinya sesuatu tidak sesuai yang sebenarnya maka kami luruskan,” imbuhnya. (rdr)