Perda ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam yang mengatur tentang risiko-risiko yang yang dihadapi nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam diantaranya berupa kecelakaan kerja, meninggal dunia dan lainnya.
“Diharapkan, perlindungan yang diberikan melalui asuransi atau jaminan sosial ini berdampak terhadap kesejahteraan nelayan dan bisa menjadi solusi bagi mereka jikalau tertimpa musibah,” tukuk Reti.
Kedepannya, Pemprov Sumbar akan berupaya secara bertahap mengikutsertakan seluruh nelayan di daerahnya untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Tidak bisa sekaligus, karena mesti menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
Sementara itu Kepala BPJS Ketenagakerjaan Padang, Muhammad Syahrul mengatakan dengan besaran iuran Rp16.800 per bulan, peserta berhak menerima santunan dengan besaran sesuai dengan kebutuhan biaya pengobatan jika seandainya mengalami kecelakaan kerja.
Sementara untuk kasus kematian, ahli waris akan menerima santunan sebesar Rp42 juta rupiah. Artinya ini merupakan bentuk nyata perlindungan sosial dari pemerintah provinsi terhadap nelayan yang ada di daerahnya.
Dengan adanya ini, nelayan akan sangat diuntungkan, apalagi iuran tahun pertama ditanggung oleh Pemprov.
“Tidak banyak daerah yang bertindak seperti ini dan kami sangat mengapresiasi Pemprov Sumbar,” kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Padang, Muhammad Syahrul.
Ia menegaskan bagi nelayan yang menunggak pembayaran, tidak usah cemas. Sebab, pihaknya tidak menerapkan skema terhutang, untuk melanjutkan keikutsertaan, nelayan cukup membayarkan iuran pada bulan berjalan, tidak perlu melunasi tunggakan bulan-bulan sebelumnya.
“Hanya saja, jika peserta tidak membayar iuran dan ternyata pada bulan tersebut ia mengalami kecelakaan kerja atau kematian, santunannya tidak dapat dibayarkan. Itu kan sangat beresiko sekali,” jelas Muhammad Syahrul.
Pihaknya berharap, bagi para nelayan yang sudah terdaftar dapat melanjutkan pembayaran iurannya secara mandiri pada tahun kedua.
Biasanya, ketika sudah menerima atau melihat langsung manfaat dari keikutsertaan BPJS Ketenagakerjaan kesadaran masyarakat akan meningkat secara otomatis.
“Jangan jadikan ini kewajiban tapi jadikanlah ini kebutuhan. Berkomitmenlah untuk melanjutkan secara mandiri kendati subsidi pemerintah telah berakhir. Manfaatnya akan sangat terasa ketika nanti terjadi kecelakaan,” tutup Syahrul.
Diketahui, selama tahun 2023 lalu, tercatat sudah 2 kali pembayaran santunan jaminan kecelakaan kerja (JKK) yang dikeluarkan BPJS Ketenagakerjaan untuk nelayan di Sumbar.
Diantaranya, 1 nelayan di Pesisir Selatan dengan besaran santunan Rp 7,2 juta dan nelayan di Agam dengan santunan Rp 2,8 juta.
Sedangkan pembayaran santunan kematian (JKm) sudah ada sebanyak 7 klaim dengan total Rp 294 juta, masing-masing 1 klaim di Agam, Mentawai, Kota Pariaman, Limapuluh Kota dan Kota Solok, serta 2 klaim di Pasaman Barat. (rdr/adpsb/bud)