PADANG, RADARSUMBAR.COM — Ali Akbar Navis (A.A. Navis) salah satu intelektual Indonesia yang berasal dari ranah Minangkabau (Sumatera Barat) dikenal sebagai sosok yang konsisten dengan pendiriannya, berani menyampaikan pikiran dan gagasannya sekalipun berhadapan dengan kekuasaan.
Dalam pergaulannya, A.A. Navis dikenal sebagai ‘tukang cemooh nomor wahid’. Di dunia kepengarangan sastra, ia disebut sastrawan satiris, dan malah belakangan muncul pemikiran “Satire Navisian” sebagai penghormatan terhadap karya-karya AA Navis yang sarat ungkapan metafora satire.
Sementara pada aspek lain—taruhlah ini luar teks sastra—muncul kecemasan karena semakin menjauhnya sastrawan AA Navis dan karya-karyanya dengan generasi kini, termasuk kian menghilangnya karya-karya AA Navis di kurikulum pendidikan.
Demikian rangkaian benang merah dan pemikiran yang mencuat kepermukaan dalam diskusi “Temu Sastra 100 Tahun AA Navis” yang ditaja Dinas Kebudayaan Sumatera Barat melalui UPTD Taman Budaya, yang digelar di Galeri Tambud, Sabtu (23/11/2024).
Diskusi yang bertema “Bara Satire AA Navis” diikuti para penulis, peminat sastra, budayawan, dan jurnalis lintas usia ini, dibagi dalam dua sesi diskusi.
Sesi pertama menghadirkan narasumber Yusrizal KW (penulis cerpen), Hasanuddin WS (Guru Besar UNP, kritikus sastra), Ivan Adilla (periset karya-karya AA Navis) dan Dedi Navis (putra AA Navis). Jalannya diskusi diatur Nasrul Azwar (jurnalis).
Pada sesi kedua narasumber Elly Delfia (penulis dan dosen FIB Unand), Zelfeni Wimra (sastrawan dan dosen UIN Imam Bonjol Padang), Deddy Arsya (penyair dan dosen UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi), Afri Meldam (penulis), dan Diahayu Atmaja sebagai moderator.
Dua sesi diskusi ini memiliki muatan yang berbeda kendati masih dalam satu kerangka yang sama. Sesi pertama, para narasumbernya adalah orang-orang yang secara sosial pernah berinteraksi dan berkomunikasi langsung dengan AA Navis semasa hidup.
Selain itu, pembahasan narasumber sesi satu, menekankan pada karya-karya, peran, posisi, dan kontrbusi AA Navis dalam peta intelektual dan sastra Indonesia, sikap humanisme dan sosial AA Navis.
Untuk sesi dua, para narasumbernya yang semuanya adalah penulis, sama sekali tidak pernah berinterkasi dan berkomunikasi langsung dengan pengarang ini. Mereka mengenal AA Navis lewat karya-karyanya.
Percakapan dan komunikasi mereka dimediasi oleh pembacaan terhadap karya-karya AA Navis. “Kita merancang diskusi “Bara Satire AA Navis” ini dalam dua sesi dengan orientasi dan pembacaaan terhada AA Navis oleh dua generasi dan masa yang berbeda.”
“Sesi pertama para narasumber pernah langsung berkomunikasi dengan AA Navis, sedangkan sesi dua komunikasi dan percakapannya lewat karya-karya AA Navis.”
“Dua sesi ini tentu memperkaya perspektif dengan sudut pandang yang bervariasi. Pemaknaan terhadap AA Navis semakin kaya. Generasi muda pun lebih banyak mendapat informasi tentang AA Navis ini,” kata Ade Efdira, Koordinator Temu Sastra 100 Tahun AA Navis Taman Budaya Sumatera Barat, Sabtu, (23/11/2024).
Dedi Andika Navis, anak ketiga AA Navis, mengisahkan hubungan sebagai anak dan ayah. Ia mengaku mengikuti betul proses kepengarannya Papinya—7 orang orang anak Navis memanggil Papi kepada ayahnya dan Mami untuk ibunya—yang menurutnya penuh dedikasi, disiplin, dan konsisten, serta pekerja keras.
“Saat menulis, Papi biasanya tidak pernah menyelesaikannya dalam satu hari. Beliau akan menyimpan dan mengendapkannya terlebih dahulu berhari-hari.”
“Lalu dibaca lagi. Dalam menyelesaikan satu tulisan, pembaca pertama itu adalah Mami. Jika ekspresi Mami cerah dan tak ada memberi komentar, berarti tulisan itu sudah layak dikirimkam ke penerbit atau surat kabar,” urai Dedi Navis.
Temu Sastra 100 Tahun AA Navis yang digelar Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, selain diskusi sastra, dalam perhetalan ini juga diluncurkan buku antologi cerpen Tentang Harimau Suamiku.
Kumpulan cerpen ini merupakan hasil dari lokakarya sastra dan dilanjutkan dengan lomba penulisan cerita pendek yang digelar Taman Budaya Sumatera Barat dalam rangkaian 100 Tahun AA Navis.
Selain itu, rangkaian kegiatan ini juga penampilan pertunjukan seni Sanggar Barabah, Tim Kesenian dan Budaya Riau, dan pembacaan puisi oleh penyair Syarifuddin Arifin, Zamzami Ismail, Rizal Tanjung, Fauzul el Nurca, Dadang Leona, Yeyen Ibrahim, Armeynd Sufhasril, Trividya Rahmadhani, Komunitas Studio Merah, Fajry Chaniago, Muslim Noer, Teater Langkah, Dua Simpul, Beringi Sago, Komuntas Sibat, dan Sending Rasa.
Temu Sastra 100 Tahun A.A Navis juga menghadirkan Pameran Seni Rupa dan Arsip AA Navis di Galeri Taman Budaya yang berlangsung hingga 30 November 2024.
AA Navis lahir pada 17 November 1924 di Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatera Barat. Meninggal dunia pada 22 Maret 2003, di Kota Padang dikebumikan di TPU Tunggul Hitam Padang.
Ia sudah menulis 65 karya sastra dalam berbagai bentuk, seperti Robohnya Surau Kami yang berhasil dinobatkan sebagai cerpen terbaik dalam majalah Kisah tahun 1955 dan cerpen Saraswati, Si Gadis dalam Sunyi yang juga ditetapkan sebagai cerpen remaja terbaik oleh Unesco/Ikapi pada tahun 1988.
Rangkaian kegiatan Peringatan 100 Tahun A.A. Navis diawali dengan Peluncuran Peringatan 100 Tahun A.A. Navis yang dilaksanakan pada Sabtu, 9 Maret 2024.
Setelah peluncuran, terdapat tiga agenda lain yang terdiri atas kegiatan pameran, pemutaran film, hingga gelar wicara yang akan dilaksanakan (1) pada tingkat daerah di 30 provinsi balai/kantor bahasa (Maret—November); (2) pada tingkat nasional di Jakarta (17—19 November); dan (3) pada tingkat internasional di Unesco Paris (11—15 November).
Peringatan 100 tahun sastrawan Indonesia A.A. Navis digelar di Prancis pada 13-14 November 2024 juga dihadiri putri A.A. Navis. Karya, warisan sastra, dan pengaruhnya pada perkembangan sastra di Tanah Air diperkenalkan ke mancanegara. (rdr)
Komentar