PADANG, RADARSUMBAR.COM – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) merilis hasil nekropsi (autopsi) pada hewan Harimau Sumatera yang mati usai terkena perangkap jerat atau ranjau babi di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar).
Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono mengatakan, nekropsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian hewan yang dilindungi oleh negara tersebut.
Harimau Sumatera itu dibawa oleh petugas dari BKSDA Sumbar ke RS Hewan Sumatera Barat (Sumbar) di Kota Padang.
“Hasil nekropsi menyimpulkan adanya pendarahan pada rongga dada, adanya pendarahan pada paru-paru, pendarahan pada leher, terpapar panas matahari yang sangat tinggi dan hipoksia akut,” ungkap Ardi via keterangan tertulis, Rabu (17/5/2023) sore.
Ardi mengungkapkan, sejumlah cidera yang dialami Harimau Sumatera itu disebabkan karena jerat yang melilit leher, dada, hingga kepala yang menyebabkan terganggunya pernafasan dan berakibat metabolisme hewan itu tidak bekerja dengan baik.
Kemudian, kadar oksigen berkurang sehingga menyebabkan jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah ke seluruh tubuh sebagai dampak dari jerat.
“Hal ini dapat dilihat dari jantung yang mengalami pembengkakan. Gangguan menurunnya kadar oksigen dalam tubuh dapat terlihat dari mata dan kulit bagian dalam (mukosa) yang berwarna biru hingga berakumulasi menjadi penyebab kematian,” katanya.
Selain itu, panas matahari berlebih yang diterima Harimau Sumatera itu menyebabkan stress (heat stress) dan kurangnya oksigen dalam tubuh menyebabkan kematian satwa tersebut.
“Tim dokter melakukan nekropsi sekitar satu jam dan setelah selesai tubuh satwa dikubur sesuai tata laksana penanganan satwa mati dan pada lokasi yang aman dari gangguan,” tuturnya.
Masyarakat diminta agar tidak memasang jerat hewan dengan alasan apapun karena hal tersebut dapat membahayakan satwa yang dilindungi sehingga dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1990 pasal 40 tentang Konservasi Sumber Daya dan Ekosistemnya (KSDAE). (rdr-008)