Belum Ada Regulasi untuk Cegah Hoaks Kampanye di Media Sosial

Sekarang itu yang buat informasi bisa siapa saja, dan bahkan pesan yang tidak benar tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya di media sosial.

Diskusi Publik bertajuk Urgensi Penataan Kampanye Politik di Media Sosial yang digelar The Indonesia Institute. (dok. Istimewa)

Diskusi Publik bertajuk Urgensi Penataan Kampanye Politik di Media Sosial yang digelar The Indonesia Institute. (dok. Istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Belum adanya regulasi hukum pada penataan kampanye politik di media sosial, The Indonesian Institute bersama Pelita Padang mengadakan Diskusi Publik bertajuk Urgensi Penataan Kampanye Politik di Media Sosial untuk Persiapan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024 yang Informatif dan Edukatif.

Diskusi tersebut diadakan pada Jumat (26/5/2023) di Hotel Pangeran City, Padang. Silmi Novita Nurman, Wakil Ketua Pelita Padang mengungkapkan bahwa tantangannya yakni banjirnya informasi yang kadang tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

“Sekarang itu yang buat informasi bisa siapa saja, dan bahkan pesan yang tidak benar tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya di media sosial,” ungkapnya.

Silmi menjabarkan hasil temuan Mafindo, mengungkapkan bahwa Facebook menjadi sumber hoaks yang menduduki posisi pertama. Kemudian diikuti oleh Youtube, Twitter, Tik Tok dan WhatsApp.

“Belum ada regulasi atau aturan turunan dalam kampanye di media sosial, padahal banyak ditemukan hoaks dan ujaran kebencian di sana,” terang Adinda T. Muchtar, Direktur Eksekutif Indonesian Institute, sembari memaparkan hasil riset.

Adinda menjelaskan bahwa penataan kampanye media sosial merupakan hal yang kompleks, karena bentuknya tidak selalu dapat diidentifikasi dan sering ditemukan hoax serta ujaran kebencian.

Oleh karena itu, kampanye media sosial perlu diperhatikan, diregulasi dan disosialisasikan regulasinya kepada masyarakat luas.

Menurut Muhammad Khadafi, komisioner Bawaslu Sumatera Barat, faktor yang menyebabkan tersebarnya ujaran kebencian dan politik identitas adalah kandidat yang bicara di luar keahliannya.

Kemudian menanggapi rekomendasi dari The Indonesian Institute, ia merekomendasikan adanya kolaborasi dengan pihak media sosial, pembuatan aturan yang mengatur di media sosial serta penyelenggaraan big data.

Menanggapi pemaparan riset The Indonesian Institute, Komisioner KPU Kota Padang Atikah memaparkan bahwa telah ada beberapa ketentuan yang mengatur kampanye termasuk di media sosial.

“Ujaran kebencian, SARA itu dilarang, bahkan menjelang hari kampanye, kandidat harus menonaktifkan kegiatan kampanye di media sosial,” terangnya. (rdr/rel)

Exit mobile version