Komentar Mahasiswa di Sumbar Soal tak Wajib Lagi Buat Skripsi

Keputusan atau kebijakan tersebut bisa diterapkan sebagai syarat kelulusan mahasiswa di perguruan tinggi.

Gedung Rektorat Unand. (Foto: Dok. unand.ac.id)

Gedung Rektorat Unand. (Foto: Dok. unand.ac.id)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makariem telah mengumumkan aturan baru terkait kebijakan skripsi untuk mahasiswa Strata-1 (S1) dan Diploma-4 (D4).

Keputusan atau kebijakan tersebut bisa diterapkan sebagai syarat kelulusan mahasiswa di perguruan tinggi.

Namun, baru-baru ini, Nadiem Makarim membantah telah ‘memerintahkan’ untuk menghapus syarat skripsi untuk kelulusan mahasiswa.

“Saya mau menekankan lagi biar tidak salah persepsi. Kebijakan soal skripsi tidak wajib diberlakukan di seluruh perguruan tinggi. Saya justru meminta syarat kelulusan mahasiswa dikembalikan ke tiap kampus, jangan disalahartikan,” katanya beberapa waktu lalu sebagaimana dinukil dari laman detikcom.

Namun, isu yang beredar terkait skripsi tersebut telah memantik perhatian sejumlah kalangan mahasiswa, khususnya di Universitas Andalas (Unand).

Pertama, Saraga Mulyana, mahasiswa Fakultas Hukum Unand angkatan 2021. Dia mengaku menyambut baik terkait kebijakan yang diambil walaupun kontroversial.

“Bagi saya dengan diberikannya opsi lain sebagai tugas akhir mahasiswa sejalan (linear) dengan cita-cita merdeka belajar,” katanya kepada Radarsumbar.com, Minggu (3/9/2023).

Namun, dirinya meminta kampus selaku eksekutor dari sebuah kebijakan pemerintah berkomitmen menyusun aturan ataupun menyusun Standar Operasional Prosedur (Prosedur) serta harus menyesuaikan dengan jurusan atau program studi (prodi) mahasiswa.

“Jangan sampai kebijakan baru berakhir seperti kebijakan lainnya, contoh kasus seperti konversi Satuan Kredit Semester (SKS) program Kampus Merdeka yang masih ribet bahkan tidak menguntungkan bagi mahasiswa yang mengambil program,” katanya.

Seharusnya, kata Saraga, pihak kampus juga melibatkan mahasiswa untuk mengukur keefektifan regulasi tersebut ke depannya.

Pasalnya, keterlibatan mahasiswa juga menjadi indikator keberhasilan kebijakan yang dibuat sejalan dengan kebutuhan mahasiswa.

“Harus ada sosialisasi yang berkesinambungan agar tidak menjadi kerancuan di tengah mahasiswa ataupun kampus itu sendiri,” katanya.

Meski demikian, katanya, kebijakan yang dikeluarkan oleh Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim sebagai gagasan merubah sistem pendidikan tersebut tidak dipandang sebelah mata.

Terkait adanya komentar terkait kebijakan yang dikeluarkan Nadiem Makarim sudah terlambat 30 tahun lalu, baginya tidak masalah.

“Tapi lebih kepada keseriusan kampus dalam merumuskan metode pelaksanaannya nanti, singkatnya untuk apa kebijakan setiap tahun diubah tapi pedoman pelaksanaannya rancu atau paling parah tidak berjalan sesuai harapan mengapa kebijakan itu dibuat,” imbuhnya.

Mahasiswa lainnya, Athiyah Lia Armila dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA) angkatan 2017 tidak banyak berkomentar terkait kebijakan tersebut.

“(Saya pribad) setuju saja sih. Soalnya lebih ringkas walaupun sama-sama susah juga. Sebenarnya sama saja sih, publikasi jurnal dengan buat proyek kan sama-sama susah juga,” tuturnya.

Sebelumnya, Unand bersiap menerapkan ketentuan baru yang tidak lagi menjadikan skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa S1 dan D4.

“Program pemerintah kami sambut baik yah. Artinya ada keleluasaan bagi perguruan tinggi untuk berpedoman,” kata Wakil Rektor I Unand, Prof Mansyurdin.

“Kata-katanya kan tidak mewajibkan. Kalau tidak mewajibkan maka perguruan tinggi akan merumuskan dengan baik program studi apa yang harus pakai skripsi dan program studi mana yang tidak harus,” sambungnya.

Karena skripsi dan tesis merupakan bagian dari mata kuliah, Mansyurdin mengatakan, perguruan tinggi akan melihat kembali profil kurikulum hingga target pembelajaran yang ditetapkan untuk menentukan syarat kelulusan mahasiswa pada setiap program studi.

Menurutnya, skripsi maupun tesis tidak bisa sepenuhnya dihapuskan atau dihilangkan mengingat penyusunan tugas akhir mahasiswa itu mencakup tahapan-tahapan pembelajaran pemecahan masalah.

Ia mengatakan, dalam menyusun skripsi sebagai tugas akhir seorang mahasiswa harus mengumpulkan data dan fakta, mengolah data, mencari sumber-sumber referensi, menyusun laporan, hingga mempublikasikannya.

“Saya kira itu penting. Namun, dengan adanya pilihan saya rasa itu bisa saja,” katanya.

Prof Mansyurdin berpandangan, ketentuan syarat lulus tanpa skripsi tidak bisa diterapkan pada semua program studi yang ada di perguruan tinggi, hanya relevan diterapkan pada jurusan tertentu seperti jurusan teknik.

Di jurusan teknik, katanya, alih-alih diwajibkan menyusun skripsi mahasiswa bisa diarahkan untuk menjalankan proyek semacam pembuatan prototipe pesawat secara mandiri atau berkelompok. (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version