PADANG, RADARSUMBAR.COM – Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat pada 2023 terjadi penambahan tutupan hutan di Provinsi Sumatera Barat sekitar tiga ribu hektare.
Pada 2022, tutupan hutan di Sumbar seluas 1.737.964 ha, sedangkan di 2023 bertambah menjadi 1.741.848 ha.
“Kami melakukan citra analisis citra satelit tutupan hutan di Sumatera Barat sekitar 3 ribu hektare. Tidak terlalu besar tapi itu sesuatu yang positif yang harus kita hargai,” kata Senior Advisor KKI Warsi, Rudi Syaf di Padang, Rabu.
Rudi menjelaskan, tutupan hutan di Sumbar mayoritas terjadi akibat suksesi alami. Namun dengan komitmen masyarakat menjaga hutan maka hutannya bertumbuh secara alami.
“Sebagian juga ada yang dengan campur tangan manusia, dengan melakukan penanaman beberapa tanaman tertentu, dan itu juga berkontribusi, tapi sebagian besar itu suksesi alami,” jelasnya.
Rudi menambahkan, pertambahan tutupan hutan itu mayoritas lebih banyak berada di kawasan perhutanan sosial. Hal ini menunjukkan, masyarakat ketika mendapatkan izin, mereka mampu mengelola sehingga dibuktikan dengan pertumbuhan hutan di wilayah izin yang mereka kelola.
“Tapi juga harus diketahui, bahwa tidak 100 persen kawasan hutan sosial itu berupa tutupan hutan. Rata-rata tutupan hutannya 70 persen, sehingga 30 persen sudah terbuka,” jelasnya.
Ia melanjutkan, skema perhutanan sosial oleh pemerintah dijadikan pemerintah sebagai alat resolusi konflik. Masyarakat yang tadinya mengelola hutan secara ilegal, lalu diberi legalitas mengelola kawasan hutan dengan komitmen.
“Lahan yang sudah dibuka tetap dikelola, tapi dengan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan. Sedangkan lahan hutan yang ada dipertahankan,” katanya.
KKI Warsi melihat, ketika masyarakat diberi izin, mereka mampu menunjukkan mereka bisa mengelola perhutanan sosial. Bahkan ketika mereka mampu mengelola, ekonomi mereka pun meningkat.
“Kita harus terus memperluas hak-hak masyarakat untuk bisa mengelola hutan. Kan sebelum ada perhutanan sosial yang bisa mengelola hutan itu hanya dua entitas yakni negara dan swasta,” sebutnya.
Setelah masyarakat bisa mengelola perhutanan sosial, KKI Warsi mendorong nagari-nagari yang ada di Sumbar yang memiliki kawasan hutan, juga diberi hak untuk mengelola hutan.
“Harus juga kita akui bahwa di dalam masyarakat, tidak 100 persen masyarakat melihat hutan itu baik secara ekonomi bagi mereka. Ada juga yang cenderung melakukan eksploitasi tapi itu hanya segelintir. Itulah pentingnya penegakan hukum,” jelasnya.
Rudi menilai dengan adanya penegakan hukum, berarti adanya punishment bagi segelintir oknum untuk berhenti mengeksploitasi hutan. (rdr/ant)