Tangani Konflik Satwa Liar, BKSDA Sumbar Terjunkan Tim ke Dua Nagari di Agam

Tim dari BKSDA Sumbar sedang melakun penanganan konflik di Nagari Sipinang, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Rabu (6/3). Dok HO/Bhabinkamtibmas Sipinang

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat menurunkan tim gabungan untuk menangani konflik satwa liar dengan manusia di dua nagari atau desa adat di Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Rabu (6/3/2024).

Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumatera Barat Rusdiyan P. Ritonga di Lubuk Basung, Rabu, mengatakan penanganan konflik tersebut dengan menurunkan Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumatera Barat, Yayasan SINTAS Indonesia, anggota Polsek Palembayan, PAGARI Salareh Aia, PAGARI Salareh Aia Timur dan PAGARI Baringin.

“Jumlah tim yang kita turunkan sekitar 35 orang di Nagari Baringin dan Nagari Sipinang. Tim kita bagi empat tim kecil,” katanya.

Ia mengatakan tim melakukan koordinasi dengan pemerintah nagari dan verifikasi lapangan kemunculan satwa liar berupa harimau sumatera.

Setelah itu melakukan Indentifikasi lapangan berupa jejak, cakaran dan kotoran dari satwa tersebut.

“Tim menemukan jejak kaki harimau sumatera di dua nagari tersebut dan memasang kamera jebak di dua nagari untuk memantau keberadaan satwa itu,” katanya.

Ia menambahkan penanganan konflik satwa liar merupakan praktek lapangan penanganan konflik dalam pembentukan PAGARI pada 4-6 Maret 2024.

Saat pembentukan PAGARI ada laporan konflik satwa liar di Nagari Sipinang berupa adanya warga melihat jejak kaki harimau sumatera dan Nagari Baringin adanya ternak berupa kerbau milik Mudahar (58) dimangsa diduga harimau sumatera pada Selasa (5/3) pagi, sehingga kerbau hanya mengalami luka pada bagian kaki.

“Sebelumnya di Nagari Sipinang juga ada dua ekor ternak warga diserang satwa liar beberapa hari lalu dan hanya mengalami luka pada bagian kaki,” katanya.

Ia mengimbau warga agar melakukan aktivitas ke kebun dari pukul 10.00 WIB sampai 16.00 WIB, ke kebun lebih dari satu orang, mengandangkan ternak, melakukan bunyi-bunyian dan lainnya.

“Ini dalam rangka agar terhindar dari serangan satwa dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” katanya. (rdr/ant)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version