AGAM, RADARSUMBAR.COM – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat menyatakan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang masuk kandang jebak di Taruyan, Nagari (Desa) Tigo Balai, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, pada Rabu sudah satu tahun konflik dengan manusia di daerah itu.
“Harimau berkelamin betina itu konflik dengan memangsa ternak warga jenis kerbau, sapi dan lainnya,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar Antonius Vevri di Lubuk Basung, Rabu.
Ia mengatakan konflik tersebut di Kabupaten Agam dan Limapuluh Kota diduga dengan individu yang sama.
Khusus di Agam terjadi di Kecamatan Palembang, Matur dan Palupuh. Sementara di Kabupaten Limapuluh Kota di Kecamatan Gunung Omeh.
“Konflik tersebut bergantian dan daerah itu berdekatan,” katanya.
Ia menambahkan konflik tersebut cukup tinggi akibat kaki kiri bagian depan dari satwa langka dan dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah Undang-Undang 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengalami cacat akibat terjerat.
Dengan kondisi itu, kemampuan harimau untuk berburu turun dan cenderung mencari mangsa atau makanan di sekitar pemukiman.
“Harimau memangsa ternak warga yang digembalakan di lokasi tidak jauh dari kawasan hutan,” katanya.
Senin (10/3), BKSDA Sumbar mendapatkan laporan dari pemerintah nagari (desa) terkait kerbau warga Taruyan, Nagari (Desa) Tigo Balai, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam diduga dimangsa harimau.
Mendapatkan laporan itu, Tim BKSDA Sumbar dan Tim Patroli Anak Nagari (Nagari) Baringin melakukan verifikasi lapangan dan ternyata kerbau dimangsa harimau, karena banyak jejak kaki dan cakaran pada kerbau tersebut.
Setelah itu, BKSDA Sumbar memasang kandang jebak di lokasi kerbau dimangsa untuk mengevakuasi harimau karena lokasi berdekatan dengan pemukiman.
Harimau masuk dalam kandang jebak pada Selasa (11/3/2025) sekitar pukul 20.00 WIB dan dievakuasi ke Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Kota Bukittinggi.
Satwa diobservasi di TMSBK Bukittinggi sampai bisa bertahan hidup di habitatnya dan butuh pengamatan untuk beberapa bulan kedepan.
Namun akan terus mempelajari sejauh mana kemampuan berburu mangsanya dan kalau kesulitan di lapangan maka akan dititipkan di TMSBK Bukittinggi sebagai indukan.
“Kita akan melihat nanti dan apabila tidak mampu berburu maka dititip di TMSBK untuk indukan,” katanya. (rdr/ant)