“Untuk bekas penggilingan ini kami jadikan bahan bakar tebu untuk pembuat gula saka dan abunya untuk pupuk kompos,” ujarnya.
Sebelum menjadi petani tebu seperti saat sekarang, dirinya pernah melakoni usaha serupa di Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, namun gagal.
“Maka saya berinisiatif membuka usaha sendiri dengan melibatkan keluarga, karena ini bukan berstatus PT,” ucapnya.
Sementara itu, Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sumbar, Yenti Elfina mengajak petani tebu di matur dengan potensi 140 pengilang untuk bisa bersinergi.
“Tentu saja tidak mungkin bisa diakomodir dengan bantuan PLN, karena untuk satu unit sekitar Rp25 juta,” katanya.
Dengan keuntungan yang didapatkan petani tebu, pemerintah bisa berinovasi dan PLN bisa memfasilitasi dengan BUMN lainnya.
“Karena Lawang memiliki ratusan petani tebu yang bisa memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memproduksi lebih banyak lagi sehingga menghasilkan pendapatan yang menjanjikan,” tuturnya. (rdr-008)