Cerita Petani di Agam Produksi Gula Tebu dari Tenaga Hewan ke Listrik

Sebelum beralih ke listrik, dalam satu kali produksi, dirinya hanya bisa menghasilkan 30 kilogram dengan menghabiskan lebih kurang tiga ton.

AGAM, RADARSUMBAR.COM – Perjalanan hidup seseorang tidak ada pernah yang tahu. Begitu juga yang dialami oleh Syafri Jamal Datuak Alam Batuah, petani tebu di Agam.

Pria yang berasal dari Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar) tersebut sukses menjadi petani tebu dengan beralih ke listrik setelah sebelumnya menggunakan kerbau dan diesel sebagai penggerak atau dinamo.

“Saya sudah menjadi petani tebu ini sejak 2009, namun beberapa tahun ini sudah menggunakan listrik,” katanya saat ditemui Radarsumbar.com, Rabu (15/3/2023) sore.

Syafri mengatakan, sebelum beralih ke listrik, dalam satu kali produksi, dirinya hanya bisa menghasilkan 30 kilogram dengan menghabiskan lebih kurang tiga ton.

“Dengan beralih ke listrik, maka saya bisa menghasilkan 300 kilogram tebu dan dengan ongkos produksi yang kecil dari Rp300 ribu menjadi Rp100 ribu saja,” katanya.

Syafri mengatakan, tebu yang diproduksinya tersebut biasanya dipasarkan ke seluruh wilayah Sumbar dan sering digunakan oleh pembeli untuk bahan pembuat cendol.

“Apalagi ini sudah masuk bulan puasa, yang pasti ada peningkatan,” katanya.

Bahkan, untuk tebu mentah atau yang langsung berasal dari batangnya dikirim ke luar Sumbar, seperti Pekanbaru, Jambi, Palembang hingga sejumlah daerah Pulau Jawa.

“Untuk bekas penggilingan ini kami jadikan bahan bakar tebu untuk pembuat gula saka dan abunya untuk pupuk kompos,” ujarnya.

Sebelum menjadi petani tebu seperti saat sekarang, dirinya pernah melakoni usaha serupa di Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, namun gagal.

“Maka saya berinisiatif membuka usaha sendiri dengan melibatkan keluarga, karena ini bukan berstatus PT,” ucapnya.

Sementara itu, Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sumbar, Yenti Elfina mengajak petani tebu di matur dengan potensi 140 pengilang untuk bisa bersinergi.

“Tentu saja tidak mungkin bisa diakomodir dengan bantuan PLN, karena untuk satu unit sekitar Rp25 juta,” katanya.

Dengan keuntungan yang didapatkan petani tebu, pemerintah bisa berinovasi dan PLN bisa memfasilitasi dengan BUMN lainnya.

“Karena Lawang memiliki ratusan petani tebu yang bisa memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memproduksi lebih banyak lagi sehingga menghasilkan pendapatan yang menjanjikan,” tuturnya. (rdr-008)

Exit mobile version