Rusdian berharap dengan adanya pelatihan dan pembentukan ini akan terwujud nagari ramah harimau dan dapat menciptakan kondisi masyarakat yang dapat hidup berdampingan dan berbagi ruang dengan satwa, serta mandiri dalam melakukan penanganan awal konflik harimau Sumatera di wilayah nagarinya.
“Konflik yang tidak terkendali akan menyebabkan kerugian yang luar biasa dari kedua pihak yakni alam harimau sumatera dan manusia,” katanya.
Sementara Wali Nagari Pasia Laweh, Zul Arfin menyambut baik dan mengapresiasi BKSDA Sumbar dan SINTAS Indonesia yang telah membentuk PAGARI di Pasia Laweh.
“Pagari ini bentuk swadaya masyarakat yang bergerak tidak saja pada penanganan konflik harimau Sumatera, tetapi juga satwa dilindungi, menjaga kawasaaln hutan dari penebangan dan lainnya,” katanya.
Dengan adanya PAGARI maka tim ini bakal melakukan penanganan konflik tersebut, karena Pasia Laweh berada di sekitar hutan dengan luas 7.000 hektare, sehingga berpotensi terjadinya konflik tersebut.
Ia mengakui tim PAGARI tersebut bakal berkembang di setiap jorong di nagari dan bisa sampai ke nagari tetangga.
Tim PAGARI tersebut dijadikan program percontohan dan Pemerintahan Nagari Pasia Laweh siap mendanai di Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APBN) tahun berikutnya, karena ini kebutuhan masyarakat.
“Hampir setiap saat dan waktu ada saja hal-hal yang berkaitan dengan satwa liar. Artinya, kami siap mendukung tidak saja moral, tetapi moril,” katanya. (rdr/ant)