BUKITTINGGI, RADARSUMBAR.COM – Keseriusan Pemko dan masyarakat Bukittinggi menurunkan angka stunting (pertumbuhan lambat) dinilai berhasil.
Pasalnya, angka tersebut turun cukup signifikan dan menempatkan Kota Bukittinggi terendah ke dua di Sumatera Barat.
Seperti disampaikan Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar beberapa hari lalu yang menapresiasi kepada SKPD terkait dan tim percepatan penurunan stunting telah bekerja maksimal.
“Ini merupakan perkembangan yang baik bagi angka stunting kita. Sejak 2022, stunting menjadi persoalam nasional yang harus kita selesaikan, termasuk Bukittinggi.”
“Upaya yang kita lakukan bersama, menampakkan hasil positif. Kita akan terus tingkatkan untuk melahirkan generasi yang berkualitas dan menjadi pemimpin hebat di masa depan,” ungkap Wako,
Senada dengan itu, Kepala DP3APPKB Bukittinggi, Nauli Handayani, menjelaskan, stunting menjadi isu nasional yang harus diantisipasi mulai dari masing masing daerah.
Menurut WHO (2020), stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang / tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang / kronis yang terjadi dalam 1000 HPK.
“Untuk itu, sejak 2022, berbagai upaya dilakukan Pemerintah Kota Bukittinggi untuk menekan laju stunting. Upaya yang dilakukan antara lain, interfensi dengan sasaran ibu hamil, interfensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0 sampai 6 bulan serta interfensi dengan sasaran anak usia 6 sampai 24 bulan,” terangnya.
Disampaikan Interfensi gizi spesifik, berkontribusi 30 persen. Upaya yang dilakukan diantaranya, Intervensi ini ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh Sektor Kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relative pendek.
Kemudian juga dilakukan interfensi gizi sensitif, berkontribusi 70 persen. Intervensi ini ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor Kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK.
“Pemda melakukan delapan aksi konvergensi dalam upaya penegahan dan penurunan prevalensi stunting,” tambah Nauli.
Lebih jauh disampaikan Nauli, ternyata membuahkan hasil positif. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi Balita Stunted Kota Bukittinggi sebesar 19%, dan pada Tahun 2022 turun menjadi 16,8%. (rdr-009)