BUKITTINGGI, RADARSUMBAR.COM – Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar bertindak cepat dengan mengeluarkan imbauan kepada warga setempat untuk tidak mengonsumsi Indomie varian ayam spesial yang diduga bermasalah untuk kesehatan.
“Hingga keluar info resmi dari BPOM, kami minta menahan dulu tidak menjual, membeli dan konsumsi mi instan varian indomie rasa ayam spesial,” kata Wako Erman Safar di Bukittinggi, Kamis.
Ia mengatakan diketahui sejumlah negara di dunia mulai tarik peredaran mie instan merk Indomie dengan varian ayam spesial dari pasaran. Hal ini terkait adanya dugaan kandungan etilen oksida didalamnya.
“Kami baca juga Menteri Kesehatan Malaysia, Muhammad Radzi Abu Hassan mengatakan, bahwa pihaknya telah menarik Indomie Rasa Ayam Spesial yang diimpor dari Indonesia,” kata Wako.
Hal itu dilakukan setelah otoritas Taiwan menemukan kandungan etilen oksida dalam paket bumbu Indomie Rasa Ayam Spesial.
Dari semua informasi itu, Wali Kota Erman Safar mengimbau pada masyarakat Bukittinggi untuk menahan diri sementara waktu agar tidak menjual, membeli atau mengkonsumsi indomie dengan varian tersebut hingga keluar informasi resmi dari BPOM.
“Berawal dari postingan CNBC Indonesia, bahwa Taiwan temukan zat pemicu kanker pada produk mie Indomie Rasa Ayam Spesial karena mengandung etilen oksida.”
“Taiwan mengungkap produk mie instan dari Malaysia dan Indonesia yang dijual di negaranya ditemukan mengandung zat pemicu kanker,” kata Erman menjelaskan.
Ia menambahkan sebagai informasi, etilen oksida merupakan senyawa kimia yang berkaitan erat dengan kanker kelenjar getah bening (limfoma) dan kanker darah (leukemia).
Sementara itu Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan upaya komunikasi dengan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taiwan terkait dengan temuan zat pemicu kanker dalam mi instan asal Indonesia.
“Saya coba komunikasi kan dengan KDEI Taiwan,tapi kalau misalnya terbukti tidak melanggar, ya kita komunikasikan dengan otoritas Taiwan melalui perwakilan kita di Taiwan,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso di Jakarta. (rdr/ant)