BUKITTINGGI, RADARSUMBAR.COM – Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Bukittinggi, Sumatera Barat mengritik keras dijadikannya perempuan berpakaian adat Minangkabau sebagai gadis payung atau umbrella girl dalam sebuah perlombaan balap motor di daerah setempat.
“LKAAM bersama Bundo Kanduang dan Persatuan Wanita Kurai (PWK) mengkritisi serta sangat menyesalkan penampilan gadis pemayung atau umbrella girl yang menggunakan pakaian adat perempuan Minang yaitu Baju Kuruang dan Suntiang saat memayungi pembalap di jalan pada acara Road Race 4 Naga beberapa waktu lalu,” kata Ketua LKAAM Bukittinggi Fery Chofa Datuak Tun Muhammad, Minggu.
LKAAM dalam pernyataan bersamanya itu mengatakan perilaku dan pakaian umbrella girl tersebut telah melecehkan harga diri perempuan minang sekaligus meruntuhkan marwah adat serta meremehkan pakaian adat karena tidak menempatkan tatanan adat dan etika pada tempatnya.
Ia meminta kepada panitia penyelenggara yang menurutnya telah melakukan pelecehan terhadap tatanan adat dengan melaksanakan perbuatan menyalahi adat pada acara pawai road race itu agar segera menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf secara terbuka kepada publik melalui media.
“Kepada setiap panita serta sanggar yang dipercayakan dalam menyiapkan iven kegiatan di Bukittinggi atau Nagari Kurai agar terlebih dahulu memahami tatanan Adat Minang khususnya Salingka Nagari baik dalam bersikap, bertutur maupun dalam mengenakan simbol adat Minangkabau khususnya Adat Kurai,” katanya.
Ia meminta untuk selanjutnya setiap perencanaan acara yang akan dilaksanakan agar dikomunikasikan dengan pemuka adat.
“Kepada pihak terkait sesuai tugas pokok dan fungsinya agar lebih cermat dan selektif terlebih dahulu dalam setiap memberikan izin atau rekomendasi yang dilaksanakan,” katanya.
Ia menyebutkan kepada masyarakat agar selalu bersama-sama menjaga kewaspadaan dan ikut melakukan pengawasan terhadap generasi penerus.
“Harus selektif mengikuti berbagai acara serta harus dapat menghindarkan diri dari praktik yang menyimpang dari filosofi Adaik Basandi Syara’,Syara’ Basandi Kitabullah,” katanya.
Ketua Bundo Kanduang Efni didampingi Ketua PWK, Zulzetri menambahkan kekecewaan mereka dengan banyaknya kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas perempuan yang saat ini tidak memaksimalkan peran tokoh perempuan minang.
“Minangkabau sangat menghargai perempuan, Anak Daro itu sejatinya dipayungi, bukan malah sebaliknya. Sebenarnya banyak kejadian berturut-turut di kota kami yang harus disikapi, tapi ini menjadi puncaknya karena kami merasa simbol adat dipakai sesuka hati,” kata dia.
Selain permasalahan umbrella girl, LKAAM bersama Bundo Kanduang dan PWK ikut menyoroti kasus inses dan beberapa kebijakan pemerintah daerah.
“Kami bersikap menjadi penyeimbang dalam setiap kebijakan yang diambil, apalagi jika sudah menyangkut adat, pemilihan Bujang Gadih Bukittinggi juga kami sesalkan yang tanpa melibatan peran Bundo Kanduang secara maksimal,” tegasnya. (rdr/ant)