SOLOK, RADARSUMBAR.COM-Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Solok dengan agenda Penyampaian Laporan Hasil Pembahasan Ranperda Tentang Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020 di Ruang Rapat DPRD Kabupaten Solok, Selasa (6/7/2021), mendadak heboh. Penyebabnya, sejumlah Anggota DPRD berdebat sengit, tentang posisi Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra dalam administrasi kedewanan.
Lima fraksi yang mengajukan mosi tidak percaya, menginginkan Dodi Hendra tidak lagi melakukan administrasi kedewanan. Seperti mendatangani Surat Perintah Tugas (SPT), Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), menandatangani surat undangan keluar DPRD.
Keinginan itu, ditentang oleh dua fraksi yang sebelumnya menolak menandatangani mosi tidak percaya, yakni Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PPP) dan Fraksi Nasional Demokrat (F-NasDem). Serta Fraksi Gerindra yang belakangan menarik diri dari aksi mosi tidak percaya.
Peerdebatan sengit itu, berlangsung di depan Bupati Solok Capt. Epyardi Asda, M.Mar, Wakil Ketua DPRD Ivony Munir (F-PAN) dan Lucky Efendi (F-Demokrat), Plt Sekda Edisar, Plt Sekwan Muliadi Marcos, Dandim 0309/Solok yang diwakili Pabung Mayor Baskir, OPD Pemkab Solok, serta Anggota DPRD Kabupaten Solok.
Hujan interupsi dan berebut bicara, membuat suasana rapat paripurna menjadi heboh. Padahal, agenda rapat yang dijadwalkan adalah Penyampaian Laporan Hasil Pembahasan Ranperda Tentang Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020.
Ketua Fraksi PPP Dr. Dendi, S.Ag, MA, dengan lantang menyatakan keinginan lima fraksi DPRD Kabupaten Solok agar Ketua DPRD Dodi Hendra agar tidak lagi melakukan kegiatan administrasi kedewanan karena sedang dimosi tak percaya, adalah tidak benar dan melanggar aturan. Politisi yang sudah tiga periode menjadi Anggota DPRD Kabupaten Solok (2009-2014, 2014-2019, 2019-2024) tersebut, menegaskan ada aturan dan regulasi yang mengatur tentang hak dan kewenangan Ketua dan Pimpinan DPRD. Sehingga, tidak bisa seenaknya saja melakukan sesuatu, yang tidak ada regulasinya.
“Segalanya ada aturan dan mekanisme. Apalagi DPRD yang bekerja membuat, membahas dan menjalankan aturan dan regulasi. Kita jangan latah dan sembrono, melakukan hal-hal yang di luar aturan. Seperti yang terjadi di tempat lain. Karena ini adalah lembaga resmi yang harus taat dengan aturan dan regulasi,” tegasnya.
Dendi juga menegaskan bahwa Dodi Hendra bisa saja dimosi tak percaya, tapi selama proses itu berlangsung, Dodi Hendra tetap Ketua DPRD Kabupaten Solok yang sah dengan segala hak dan kewenangan yang melekat di dirinya. Dodi Hendra menurut Dendi, ditetapkan melalui keputusan Gubernur Sumbar. Sehingga, untuk mencabut hak kewenangan itu, harus melalui SK juga. Selama tidak ada SK pencabutan atau penggantian SK, Dodi Hendra tetap Ketua DPRD dengan segala hak dan kewenangan yang melekat.
“Tidak ada alasan menolak Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok dengan segala hak dan kewenangan yang melekat di dirinya, sesuai jabatannya. Mosi tak percaya tidak serta merta membuat hak dan kewenangan tersebut hilang. Sebab, ada tata tertib (Tatib) dan mekanisme. Mosi tak percaya, kini sedang dibahas di Badan Kehormatan, setelah itu BK akan memberikan rekomendasi dan disampaikan ke paripurna. Kemudian, andaikan paripurna memutuskan menerima mosi tak percaya itu, dan diteruskan berupa rekomendasi ke gubernur, prosesnya masih tetap panjang. Sebab, sesuai aturan Partai Gerindra sebagai pemenang Pileg 2019 di Kabupaten Solok, memiliki hak prerogatif. Dan keputusan mereka adalah menunjuk Dodi Hendra. Partai lain, dan siapapun, tidak memiliki hak mengotak-atik atau mencampuri keputusan Partai Gerindra,” tegasnya.
Dendi mewanti-wanti, hak dan kewenangan Ketua DPRD tidak bisa serta merta beralih ke Wakil Ketua DPRD atau ke siapapun. Meski kepemimpinan DPRD adalah kolektif kolegial, hak dan kewenangan Ketua DPRD ke Wakil Ketua DPRD, harus melalui mekanisme pendelegasian tugas.
Itu pun, menurutnya harus dengan alasan yang sesuai dengan aturan. Seperti, berhalangan tetap, meninggal dunia, atau tersangkut masalah hukum. Selain itu, tidak bisa dilakukan karena akan berlawanan dengan hukum dan aturan.
“Fraksi PPP mewanti-wanti, jika administrasi nanti ditandatangani oleh yang tidak berhak dan berwenang, maka akan timbul masalah. Yakni masalah hukum dan peraturan yang ada,” ungkapnya. (*)
Sumber: patronnews.co.id