“Anda lupa, dia mantan anggota dewan, mantan Wakil Anggota Dewan, lebih dulu menjabat dari bapak, Wali Kota Padang lagi, sekarang Gubernur Sumbar, atasan bapak,” katanya.
Asra Faber mengaku juga mendengar kabar bahwa Epyardi Asda tidak memberi ruang kepada pihak atau kelompok serta wakil rakyat yang berbeda pandangan dengan dirinya.
“Saya juga mendengar kawan-kawan di daerah bapak, ketika berbeda, bapak tidak memberi ruang mereka, padahal kan itu punya masyarakat, ada dana pokir, hibah, itu ketika konstituen, mereka turun berinteraksi dengan wakil mereka kemudian dibawa ke daerah, itu yang membutuhkan kan warga bapak. Itu saya dengar. Mungkin ada juga sebagian kawan-kawan bapak, Bupati-Wali Kota, tak memberi ruang itu, salah,” katanya.
Asra Faber meminta Epyardi Asda untuk tidak bersikap arogan, terutama dengan pimpinan. Ia justru meminta sang Bupati Solok menunjukkan atau mencirikan sebagai seorang pemimpin di Ranah Minang, pemimpin Niniak Mamak.
“Alua jo patuik (kesesuaian sesuatu berdasarkan kelaziman) dan segalanya harus dieleminir. Kepemimpinan Cadiak Pandai, Cadiak Indak Manjua, Binguang Indak Mambali, apalagi kepemimpinan keulamaan. Apapun yang keluar dari kepemimpinan ulama itu adalah ibadah, sekali lagi ke depan, saya nasihati bapak. Kalau bapak merasa, saya Bupati, saya ini itu, ah itu tidak perlu bagi saya itu,” katanya.
Sebagai sesama seorang Muslim, katanya, seorang pemimpin di Ranah Minang harus menyampaikan uneg-uneg ke atasannya dengan cara elegan bahkan dengan gurauan. Bahkan, dirinya juga memiliki keyakinan kuat alasan Gubernur Sumbar, Mahyeldi tak memberi tahu Epyardi Asda ketika melakukan kegiatan di Kabupaten Solok, lantaran sudah memiliki berbagai catatan.
“Saya yakin, Gubernur ada catatan kenapa beliau tidak memberi tahu anda, seolah politik itu memisahkan, boleh berbeda tapi bukan harus dipisahkan, ketika itu dibangun, hancur kita, ketika berbeda Gubernur dengan Bupati, Bupati dengan yang lain, masa harus sama? Ketika berbeda dalam istilah Minang, basilang dalam tungku, di sinan mako nasi masak, ini hebatnya politik di Ranah Minang, seperti falsafah Minangkabau, Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah,” tuturnya. (rdr)