PADANG, RADARSUMBAR.COM – Masyarakat dihebohkan dengan dugaan pengarahan masyarakat penerima Program Keluarga Harapan (PKH) melalui kuesioner untuk menjatuhkan pilihan kepada salah satu pasangan calon (Paslon) Wali Kota Padang.
Pendamping PKH yang berada di bawah Dinas Sosial (Dinsos) diduga dikerahkan untuk melakukan evaluasi dengan menitipkan pertanyaan yang mengarah untuk memilih salah satu pasangan calon (Paslon) Wali Kota Padang periode 2024-2029.
“Sebagai bagian dari evaluasi penerima PKH, diduga pendamping PKH menakut-nakuti penerima manfaat jika tak pilih calon incumbent atau petahana, maka penerima PKH diganti. Narasi tersebut didapat dari relawan kami yang tersebar di 11 kecamatan di Kota Padang,” kata Juru Bicara (Jubir) Cawako-Cawako Fadly Amran-Maigus Nasir, Kevin Philip, Kamis (29/8/2024) malam.
Cara kotor tersebut, kata Kevin, telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan publik, terutama di antara penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
Bahkan ia mengeklaim bahwa kalangan pro-demokrasi di Kota Padang mengecam cara berkontestasi seperti itu.
Jika benar bahwa pendamping PKH menggunakan posisinya untuk menekan penerima manfaat agar memilih calon tertentu, Kevin menilai hal tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
Demokrasi yang sehat, kata Kevin, memerlukan kompetisi yang adil, di mana setiap pemilih dapat menentukan pilihannya tanpa adanya tekanan atau ancaman.
“Jika praktik intimidasi seperti ini terjadi, maka hal itu merusak esensi dari proses demokrasi yang adil dan beradab,” katanya.
PKH, katanya, merupakan program nasional yang bertujuan untuk memberikan dukungan sosial kepada keluarga miskin.
Dana PKH pun berasal dari pemerintah pusat dan pengelolaannya seharusnya netral dari kepentingan politik lokal.
“Dengan memanfaatkan posisi ini untuk mempengaruhi pemilih, tidak hanya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, tetapi juga menodai citra dan keberpihakan program sosial itu sendiri,” katanya.
Jubir Fadly-Maigus itu tidak menampik bahwa tim hukum mereka sedang mengumpulkan bukti dan segera melaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) atau aparat penegak hukum.
Langkah tersebut diambil untuk menunjukkan langkah pro-aktif untuk menangani masalah ini secara hukum.
“Langkah ini untuk memastikan bahwa hak konstitusi warga negara tidak terlanggar dan Pilkada mestinya berlangsung dalam suasana yang adil,” katanya.
Menurut Kevin, pola mengarahkan pemilih dengan mengintimidasi seperti itu sangat mengganggu kebebasan masyarakat dalam memilih pemimpin idamannya bahkan telah membahayakan konstitusi juga.
“Pola tersebut kalau benar terjadi telah merusak tatanan demokrasi bermartabat dan badunsanak di Pilkada Padang 2024. Siapa saja yang coba-coba mengintimidasi kemerdekaan pemilih bisa dipidana, menggunakan fasilitas negara saja calon bisa dipenjara,” katanya.
Kevin mengajak semua warga Kota Padang untuk menjaga integritas proses demokrasi.
“Pilkada seharusnya menjadi ajang untuk menentukan pemimpin yang benar-benar bisa membawa kemajuan bagi daerah, bukan tempat di mana manipulasi dan intimidasi merajalela. Semoga kasus ini segera teratasi dan tidak menghambat pelaksanaan Pilkada Padang 2024 yang bersih, adil, dan demokratis,” katanya.
Sebagai bentuk keberimbangan dan kode etik jurnalistik (KEJ), Radarsumbar.com sudah mencoba meminta penjelasan dari Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Padang, Heriza Syafani.
Pria yang juga merupakan ipar dari Wali Kota Padang periode 2021-2024, Hendri Septa itu mengaku tidak tahu dengan kuesioner tersebut.
“Saya tidak tahu, siapa yang menyebarkan? Dinsos (Kota Padang) tidak pernah menginstruksikan,” tutur Aparatur Sipil Negara (ASN) jebolan Ikatan Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tersebut via pesan singkat. (rdr)