Soal Kuesioner PKH, Pemko Padang Bantah “Cawe-cawe” di Pilkada 2024

Perintah Pj Wako Padang tegas, kami sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersikap netral dan tidak boleh terlibat politik praktis.

Balai Kota Padang. (Foto: Dok. Istimewa)

Balai Kota Padang. (Foto: Dok. Istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah Kota (Pemko) Padang membantah telah ikut-ikutan dalam proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 di Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tersebut.

Hal tersebut menyusul beredarnya kuesioner untuk penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang disebut-sebut berisikan pertanyaan mengarah kepada salah satu Calon Wali Kota (Cawako) tertentu.

Juru Bicara (Jubir) Pemko Padang, Tommy TRD mengatakan, pihaknya tidak pernah menginstruksikan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mengarahkan pilihan politik di Pilkada 2024 kepada salah satu pasangan calon (Paslon) tertentu.

“Terkait isu kuesioner (penerima PKH) di Dinas Sosial (Dinsos) Kota Padang, kami bersikap netral, sesuai dengan Undang-undang (UU) nomor 20 tahun 2023 dan dipertegas melalui Surat Edaran Penjabat Wali Kota (Pj Wako) Padang nomor 800.383.01/BKPSDM-PKAP.1-PDG/2024,” katanya kepada Radarsumbar.com via pesan singkat.

Meski membantah telah ikut ‘cawe-cawe’ dalam Pilkada 2024, Pemko Padang kata eks Camat Matur dan Kabag Prokopim Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Agam itu akan menelusuri informasi yang berkembang terkait kuesioner tersebut.

“Perintah Pj Wako Padang tegas, kami sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersikap netral dan tidak boleh terlibat politik praktis apapun itu bentuknya, sebagai bentuk menjaga integritas dan pelayanan publik yang prima,” katanya.

Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan dugaan pengarahan masyarakat penerima PKH via kuesioner untuk menjatuhkan pilihan kepada salah satu Paslon di Pemilihan Wali Kota (Pilwako) Padang.

Pendamping PKH yang berada di bawah Dinsos diduga dikerahkan untuk melakukan evaluasi dengan menitipkan pertanyaan yang mengarah untuk memilih salah satu Paslon Wali Kota Padang nantinya.

“Sebagai bagian dari evaluasi penerima PKH, diduga pendamping PKH menakut-nakuti penerima manfaat jika tak pilih calon incumbent atau petahana, maka penerima PKH diganti. Narasi tersebut didapat dari relawan kami yang tersebar di 11 kecamatan di Kota Padang,” kata Juru Bicara (Jubir) Cawako-Cawako Fadly Amran-Maigus Nasir, Kevin Philip, Kamis (29/8/2024) malam.

Cara kotor tersebut, kata Kevin, telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan publik, terutama di antara penerima PKH.

Bahkan ia mengeklaim bahwa kalangan pro-demokrasi di Kota Padang mengecam cara berkontestasi seperti itu.

Jika benar bahwa pendamping PKH menggunakan posisinya untuk menekan penerima manfaat agar memilih calon tertentu, Kevin menilai hal tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip demokrasi.

Demokrasi yang sehat, kata Kevin, memerlukan kompetisi yang adil, di mana setiap pemilih dapat menentukan pilihannya tanpa adanya tekanan atau ancaman.

“Jika praktik intimidasi seperti ini terjadi, maka hal itu merusak esensi dari proses demokrasi yang adil dan beradab,” katanya.

PKH, katanya, merupakan program nasional yang bertujuan untuk memberikan dukungan sosial kepada keluarga miskin.

Dana PKH berasal dari pemerintah pusat dan pengelolaannya seharusnya netral dari kepentingan politik lokal.

“Dengan memanfaatkan posisi ini untuk mempengaruhi pemilih, tidak hanya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, tetapi juga menodai citra dan keberpihakan program sosial itu sendiri,” katanya.

Jubir Fadly-Maigus itu tidak menampik bahwa tim hukum mereka sedang mengumpulkan bukti dan segera melaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) atau aparat penegak hukum.

Langkah tersebut diambil untuk menunjukkan langkah pro-aktif untuk menangani masalah ini secara hukum.

“Langkah ini untuk memastikan bahwa hak konstitusi warga negara tidak terlanggar dan Pilkada mestinya berlangsung dalam suasana yang adil,” katranya.

Menurut Kevin, pola mengarahkan pemilih dengan mengintimidasi seperti itu sangat mengganggu kebebasan masyarakat dalam memilih pemimpin idamannya bahkan telah membahayakan konstitusi juga.

“Pola tersebut kalau benar terjadi telah merusak tatanan demokrasi bermartabat dan badunsanak di Pilkada Padang 2024. Siapa saja yang coba-coba mengintimidasi kemerdekaan pemilih bisa dipidana, menggunakan fasilitas negara saja calon bisa dipenjara,” katanya.

Kevin mengajak semua warga Kota Padang untuk menjaga integritas proses demokrasi.

“Pilkada seharusnya menjadi ajang untuk menentukan pemimpin yang benar-benar bisa membawa kemajuan bagi daerah, bukan tempat di mana manipulasi dan intimidasi merajalela. Semoga kasus ini segera teratasi dan tidak menghambat pelaksanaan Pilkada Padang 2024 yang bersih, adil, dan demokratis,” katanya.

Sebagai bentuk keberimbangan dan kode etik jurnalistik (KEJ), Radarsumbar.com sudah mencoba meminta penjelasan dari Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Padang, Heriza Syafani.

Pria yang juga merupakan ipar dari Cawako Padang 2024-2029, Hendri Septa itu mengaku tidak tahu dengan kuesioner tersebut.

“Saya tidak tahu, siapa yang menyebarkan? Dinsos (Kota Padang) tidak pernah menginstruksikan,” tutur ASN jebolan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tersebut via pesan singkat. (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version