Pakar Singgung Kepentingan Paslon Tertentu dan Oknum ASN dalam Gaduh Kuesioner Penerima PKH di Padang

Pola kampanye terselubung seperti ini sudah sering dilakukan karena dianggap strategis.

Sekretaris UNP, Erian Joni. (dok. istimewa)

Sekretaris UNP, Erian Joni. (dok. istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pengamat Sosial dari Universitas Negeri Padang (UNP), Erian Joni angkat bicara terkait gaduh terkait kuesioner atau angket yang diberikan kepada penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tersebut.

Erian Joni mengatakan, penerima PKH merupakan hak dari setiap warga negara yang kurang mampu dengan berlandaskan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau indikator dari program tersebut serta melewati proses seleksi terukur.

“Tidak ada hubungan PKH dengan aktivitas politik berupa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan digelar. Karena, kegiatan ini murni program sosial dan dianggarkan dalam proker lembaga terkait,” kata Erian Joni kepada Radarsumbar.com via seluler, Rabu (4/9/2024) siang.

Erian meminta kepada instansi terkait yang mengelola PKH, dalam hal ini Dinas Sosial (Dinsos) untuk tidak coba-coba mengintervensi penerima program tersebut hanya demi kepentingan pragmatis politik.

Pasalnya, hal tersebut bisa menjadi preseden buruk atau mencederai pelaksanaan Pilkada, khususnya Pemilihan Wali Kota (Pilwako) Padang 2024.

“(Yang terjadi saat sekarang dan gaduh) program PKH sudah terkategori disorientasi dan ditunggangi untuk kepentingan politik yang modusnya bisa disiapkan salah satu pasangan calon (paslon) untuk mempengaruhi opini dan elektabilitas calon oleh publik,” katanya.

“Makanya, (penerima PKH) jangan diintervensi untuk kepentingan pragmatis politik karena bisa (berakibat) menjadi proseden buruk atau mencederai pelaksanaan Pilkada di daerah kita,” katanya.

Penerima PKH, kata Erian Joni yang juga merupakan Sekretaris UNP tersebut, tidak dibenarkan disuruh mengisi angket politik yang diintegrasikan dengan dalih evaluasi terhadap program yang digagas oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

“Tindakan ini tidak dapat dibenarkan. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus menjalankan tugas dan fungsi (tusi) dalam kasus ini agar masyarakat tenang dan tidak menimbulkan kecemburuan politik oleh paslon lain,” katanya.

Selain itu, Erian mengendus indikasi kepentingan antara paslon tertentu dengan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) atau ada udang di balik batu yang berimbas tergadainya netralitas pelayan masyarakat tersebut.

“Artinya ada dinamika balas jasa antar kedua unsur ini, baik karena masa lalu atau ke depannya jika terpilih. Saya rasa pola-pola kampanye (terselubung) seperti ini sudah sering dilakukan karena dianggap strategis,” katanya.

Arena kampanye politik bertajuk PKH, katanya, merupakan merupakan cara yang lazim dilakukan oleh elite-elite lain dengan mengatasnamakan bantuan untuk masyarakat kelas sosial bawah.

“(Terkait hubungan keluarga antara Kadis Sosial dengan Cawako Petahana), iya makin jelas dan ada unsur kolusi serta nepotisme dalam kasus ini,” katanya.

Warning Keras

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Argi Putra Finalo memperingatkan keras Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Padang, Heriza Syafani agar tidak bermain-main dalam politik praktis.

Hal tersebut ia sampaikan menanggapi gaduh soal kuesioner dari pendamping PKH kepada masyarakat penerima yang diarahkan untuk memilih salah satu paslon Wali Kota Padang tertentu.

Fraksi Partai NasDem Kota DPRD Padang, katanya, telah menemukan selebaran dengan modus survei yang mengarahkan pilihan pada calon tertentu.

“Jangan pola seperti di lembaran dokumen survei itu mengkebiri pesta demokrasi kota kita,” katanya beberapa waktu lalu kepada awak media.

Selebaran survei ini menyasar para penerima PKH yang merupakan program nasional dan dikelola oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Padang.

Argi Putra Finalo menegaskan bahwa Kepala Dinas dan ASN harus paham dengan posisi mereka sebagai pejabat publik, bukan jabatan politis.

“Konsekuensi sebagai pejabat publik dan pelayan masyarakat, terutama ASN, haram terlibat politik praktis, sanksi tegas dan terberat bagi yang coba-coba, yakni pecat,” katanya.

Sebagai seorang pejabat publik, katanya, Kadinsos Padang, Heriza Syafani lebih fokus memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa ada intervensi politik apapun.

“Jangan ‘cawe-cawe’ pula soal politik praktis,” katanya.

Saat musim Pilkada ini, kata Argi, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), khususnya di Kota Padang harus lebih berhati-hati dalam menjaga netralitas mereka.

“Publik Padang itu super peka, sesuatu yang tidak benar pasti cepat viral. Jangan ulah satu oknum rusak kepercayaan rakyat kepada pemerintahan,” katanya.

Pada kesempatan terpisah, Anggota DPRD Sumbar yang juga dari Fraksi Partai NasDem, Nanda Satria mengimbau kepada pihak-pihak yang mengetahui oknum yang melakukan praktik kotor tersebut untuk mengungkap dan melaporkan ke Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem atau Fraksi baik di Padang atau Sumbar.

“Kami siap memberikan perlindungan terhadap masyarakat penerima PKH yang mau melaporkan praktik politik kotor ini, termasuk ASN di dinas terkait jika mau mengungkap intervensi yang dilakukan oleh kepentingan sekelompok orang ini, kami akan beri perlindungan,” katanya.

“Menurut Nanda yang merupakan kader Partai Nasdem ini, pihaknya bisa memberikan pendampingan dan bantuan hukum atas kesaksian penerima PKH ataupun ASN atas dugaan praktik politik kotor tersebut.

“Kami di Partai Nasdem memiliki organisasi sayap bantuan hukum (BAHU), jadi silakan melaporkan praktik kecurangan tersebut ke DPRD Provinsi Fraksi Nasdem,” kata Nanda yang juga merupakan kader dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Padang tersebut.

Bantah ‘Cawe-cawe’

Menanggapi polemik seperti itu, Penjabat Wali Kota (Pj Wako) Padang, Andree Harmadi Algamar via Juru Bicara (Jubir) pun merespons.

Jubir Pemko Padang, Tommy TRD mengatakan, pihaknya tidak pernah menginstruksikan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mengarahkan pilihan politik di Pilkada 2024 kepada salah satu pasangan calon (Paslon) tertentu.

“Terkait isu kuesioner (penerima PKH) di Dinas Sosial (Dinsos) Kota Padang, kami bersikap netral, sesuai dengan Undang-undang (UU) nomor 20 tahun 2023 dan dipertegas melalui Surat Edaran Penjabat Wali Kota (Pj Wako) Padang nomor 800.383.01/BKPSDM-PKAP.1-PDG/2024,” katanya kepada Radarsumbar.com via pesan singkat.

Meski membantah telah ikut ‘cawe-cawe’ dalam Pilkada 2024, Pemko Padang kata eks Camat Matur dan Kabag Prokopim Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Agam itu akan menelusuri informasi yang berkembang terkait kuesioner tersebut.

“Perintah Pj Wako Padang tegas, kami sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) harus bersikap netral dan tidak boleh terlibat politik praktis apapun itu bentuknya, sebagai bentuk menjaga integritas dan pelayanan publik yang prima,” katanya.

Di lain sisi, Kadinsos Kota Padang, Heriza Syafani membantah telah terlibat dalam pengarahan dan pengerahan terkait kuesioner terkait PKH.

Sebagai bentuk keberimbangan dan kode etik jurnalistik (KEJ), Radarsumbar.com sudah mencoba meminta penjelasan dari yang bersangkutan.

Pria yang juga merupakan ipar dari Wali Kota Padang periode 2021-2024, Hendri Septa itu mengaku tidak tahu dengan kuesioner tersebut.

“Saya tidak tahu, siapa yang menyebarkan? Dinsos (Kota Padang) tidak pernah menginstruksikan,” tutur ASN jebolan Ikatan Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tersebut via pesan singkat. (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version