Di mata Riki Lesmana, paman korban, Afif adalah orang yang periang. Dia dikenal baik dan tidak pernah bertengkar dengan orang di sekitar rumah. “Si Afif itu orangnya periang. Gak nakal di kampungnya, tidak pernah bertengkar di kampung itu,”ujarnya.
Dia mengaku terkejut,ketika diberitahu jika keponakannya meninggal karena tawuran. “Pas aku diberitahu keponakan ku tawuran, aku gak percaya itu, Pak. Aku dari Bandung, dapat kabar dari polisi bahwasanya keponakan ku meninggal. Aku langsung pulang,” ujarnya.
Setiba di RS Bhayangkara Polda Sumbar, Riki mengaku ada yang janggal dengan kematian keponakannya. Hal itu disebabkan karena sejumlah luka tak wajar terdapat di tubuh Afif Maulana.
“Aku periksa badan keponakan ku itu gak ada sobek. Aku tanya petugas di RS Bhayangkara, badan Afif sebelum otopsi. Aku lihat, ada lebam di bagian pinggang kiri, seperti habis dianiaya. Ada luka juga di bagian kepala,” sebutnya.
Riki yang juga mendengar langsung pengakuan sejumlah orang termasuk teman Afif yang ditahan saat malam kejadinan, menjelaskan jika Afif dianiaya oknum polisi saat berada di Polsek Kuranji.
“Jadi tidak benar Afif meninggal lompat dari atas jembatan,” ujarnya.
Pengacara keluarga korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani, menegaskan,pihaknya telah melakukan investigasi dan bertemu langsung dengan tujuh orang saksi yang sebagian besar merupakan orang yang ikut diamankan polisi saat kejadian malam tersebut. Dari keterangan mereka, diketahui jika ada tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi tersebut.
“Kami merangkai cerita yang kita terima terkait tragedi jembatan Kuranji. Di dalam proses pertemuan 7 orang itu, kami menemukan tanda-tanda penyiksaan di tubuhnya. Ada yang bekas rotan di punggung, tendangan di punggung, ada sulutan rokok, bahkan mereka mengatakan ada juga yang disetrum,” ujarnya.
Indira meyakini, Afif meninggal karena disiksa karena melihat dari tanda-tanda kekerasan yang ada di tubuh korban. “10 tahun saya di LBH Padang, setiap tahunnya ada kasus penyiksaan oleh polisi di Sumbar dengan Polres, Polsek atau kemudian yang berbeda. Jadi kasus memang seperti ini banyak kami tangani dan kami bisa melihat dari tanda-tanda kekerasan di tubuhnya,” tuturnya.
Bahkan katanya, LBH meyakini jika Afif melompat dari jembatan kemungkinan situasinya akan lebih parah, tidak seperti tanda-tanda bekas lebam yang ada di tubuh Afif saat ditemukan meninggal.
“Kami berusaha mencari informasi dari beberapa dokter forensik yang kami kenal, kami hitung ketinggiannya 15 meter dengan ketinggian air hanya 50 sentimeter. Lalu kemudian saya bertanya kepada warga, airnya di bawah lutut. Karena dari gambar ketika Afif ditemukan itu ada identifikasi awal dan kelihatan dasar sungai. Ketika saya mengatakan itu, dokter forensik bilang kalau memang dia melompat dari atas ke bawah dengan kondisi begitu, maka kemungkinan besar kepalanya pecah,” terang Indira. (rdr)