Dari jumlah tersebut, upaya pengurangan timbunan sampah baru mencapai 62,92 persen dari jumlah sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
“Melihat kondisi penanggulan sampah ini lah PT Semen Padang meluncurkan program Nabuang Sarok berbasis aplikasi yang diharapkan dapat menjadi solusi dalam penanggulangan sampah, mengingat beberapa TPA sampah seperti TPA Anak Air milik Pemko Padang, akan mencapai kapasitas penuh di tahun 2026,” ujarnya.
Sejak diluncurkan, PT Semen Padang juga bekerjasama dengan sejumlah instasi pemerintahan kabupaten/kota dalam menyukseskan program ini.
Bahkan, program ini telah berhasil mengumpulkan 378 ton sampah terpilah dari berbagai wilayah di Sumbar, seperti Kota Padang, Kota Solok dan Kabupaten Agam, termasuk sampah laut melalui kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Bagi PT Semen Padang sendiri, kata Doche, sampah terpilah yang tidak bernilai yang ditampung di program Nabuang Sarok, dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk kiln di pabrik PT Semen Padang menggunakan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF).
“Sampah yang diolah menjadi RDF ini telah berhasil menggantikan sebagian bahan bakar batubara di pabrik PT Semen Padang. Hasilnya, program ini mampu mengurangi emisi karbon sebesar 151,2 ton CO₂,” bebernya.
Tidak hanya itu, selain pengurangan CO₂ dan efisiensi biaya, program ini juga berdampak positif pada lingkungan seperti mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA, seperti TPA Aie Dingin di Kota Padang, termasuk memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat yang ikut terlibat dalam menyetorkan sampah ke Nabuang Sarok.
Pasalnya, sampah yang disetor masyarakat ke Nabuang Sarok akan ditukar dengan poin yang ada di aplikasi Nabuang Sarok.
“Nah, poin yang terkumpul itu nantinya bisa ditukar kembali ke aplikasi Nabuang Sarok dengan berbagai hadiah menarik seperti emas, peralatan rumah tangga dan lain sebagainya,” tutup Doche. (rdr)