Tembok Pembatas di Pantai Padang Ditinggikan jadi 4,2 Meter, Telan Anggaran Rp20 Miliar

Untuk penanggulangan jangka pendek, kata Jarot, pihaknya, akan mengamankan sepanjang 500 meter di kawasan Pantai Padang demi mencegah abrasi.

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Jika tak ada aral melintang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan meninggikan tembok pembatas sepanjang 500 meter di kawasan Pantai Padang.

Hal tersebut diutarakan langsung oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, Jarot Widyoko di Padang, Senin (6/2/2023).

“Saya sarankan untuk (pelindung pantai), menambah daratan lebih baik bekerjasama dengan swasta, ini kan kayak nyedot pasir,” katanya kepada Radarsumbar.com.

Untuk penanggulangan jangka pendek, kata Jarot, pihaknya, akan mengamankan sepanjang 500 meter di kawasan Pantai Padang demi mencegah abrasi.

“Ketinggian di pinggir pantai padang ini saat sekarang 1,5 meter, harusnya 4,2 meter,” katanya.

Dirinya berharap proses pengerjaan bisa cepat dan dilakukan pada tahun 2023 ini.

“Kami prosesnya lelang, makin cepat makin bagus, in shaa Allah tahun ini dengan anggaran Rp20 miliar. Rp20 miliar ini bentuknya rencananya menaikkan ketinggian pinggiran pantai menjadi 4,2 meter,” ucapnya.

Sementara itu, Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, setiap pantai memiliki sirkulasinya masing-masing.

Pada waktu musim barat dan timur misalnya, gelombang dominan membawa sedimen pasir dalam arah tegak lurus pantai.

Sedangkan pada musim peralihan, gelombang membentuk arus sejajar pantai yang akan membawa sedimen dalam arah sejajar pantai, baik dalam arah utara-selatan, maupun sebaliknya.

Karakteristik abrasi yang terjadi di sepanjang Pantai Padang juga berbeda-beda.

“Misalnya, di sekitar Monumen Merpati Perdamaian hingga kawasan Muaro, karakteristik abrasi dominan dalam arah tegak lurus pantai. Berbeda dengan kawasan di bagian utara di sekitar Bandara Internasional Minangkabau (BIM), gelombang dan arus masih dominan bergerak sejajar pantai,” ucapnya.

Pola arus atau karakteristik ini juga dapat berubah-ubah seiring berjalannya waktu dan pertambahan bangunan pelindung pantai.

“Prinsip dan karakteristik ini yang harus kami petakan satu-persatu untuk menentukan pelindung pantai seperti apa agar efektif untuk mencegah abrasi,” katanya.

Adapun menurut Abdul, salah satu pilihan infrastruktur untuk memitigasi adanya abrasi di Pantai Padang saat ini adalah dengan membangun offshore breakwater yang sejajar pantai, di laut sejauh 50 hingga 100 meter dari bibir pantai.

“Secara alami, dengan adanya pemecah gelombang offshore yang sejajar pantai, akan terbentuk Tombolo atau sedimen pasir yang terbawa arus yang tegak lurus dengan pantai,” katanya.

Adanya infrastruktur lepas pantai tersebut akan mendorong munculnya sedimen di belakang struktur hingga garus pantai.

Sehingga, sedimen pasir itu nantinya dapat dimanfaatkan untuk menanam vegetasi, seperti mangrove, cemara udang dan beragam vegetasi lain yang dapat menahan abrasi sekaligus mengurangi dampak risiko jika terjadi tsunami.

Pembangunan infrastruktur fisik harus pararel dengan upaya mitigasi berbasis vegetasi.

“Pembangunan fisik ini untuk jangka pendek 50 hingga 70 tahun, karena infrastruktur fisik semakin lama semakin berkurang kekuatannya. Sedangkan tsunami memiliki periode ulang 50 hingga ratusan tahun. Sementara kalau vegetasi, semakin lama ditanam akan semakin kuat menahan gelombang,” tuturnya. (rdr-008)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version