“Artinya, karena waktu itu regulasi Perda KTR deadlock, kami bersama Dinkes Padang dan Bapenda yang saat itu dipimpin Adib Alfikri membuat Perwako 46 nomor 2017,” katanya.
Di pasal 33 Perwako 46 tahun 2017, terutama pasal 33 ayat 3 huruf e mengatur tentang konten reklame tidak boleh dalam bentuk unsur pornografi, pornoaksi, produk tembakau, alkohol.
“Pelarangan iklan rokok bukan dengan Perda KTR, itu diatur di Perwako 46 tahun 2017. Seharusnya, Kepala Bapenda paham dengan hal itu, jangan melihat Perda KTR,” katanya.
Jika menerapkan Perwako nomor 46 tahun 2017, apapun bentuk reklame tidak boleh ada unsur tembakau.
“Saat kami melaporkan kepada Wali Kota Padang, responsnya mengakui ada pihak-pihak nakal yang mencoba-coba melanggar komitmen,” katanya.
“Pada akhir tahun (2022), kami juga audiensi juga dengan itu, yang paling nyata itu Videotron di Simpang Kandang, Khatib Sulaiman, dan simpang Polresta dan ada juga baliho di simpang Limau Manih,” katanya.
Ruandu berharap, jika memang Pemko Padang berkomitmen dalam hal tersebut untuk tidak tebang pilih atau diskriminasi.
“Ada di beberapa titik diizinkan, namun di titik lainnya bersih sama sekali. Kami laporkan terus, namun hanya bertahan hingga 3-5 hari, lalu muncul lagi,” katanya.
Ruandu melihat, bukan produsen rokok yang nakal dalam menayangkan videtron iklan rokok, melainkan perusahaan advertising.
Sementara, regulasi dan perizinan terkait reklame itu berada pada Bapenda, bukan di OPD yang lain.
“Di dalam Perwako 46 tahun 2017 dibenarkan untuk pembongkaran atau dalam bentuk pelarangan dengan tidak memperpanjang kontraknya, aturan ini sudah berjalan sejak tujuh tahun belakangan,” tuturnya. (rdr-008)