PADANG, RADARSUMBAR.COM – Penetapan dua mahasiswa sebagai tersangka kasus penyimpangan seksual di Universitas Andalas (Unand) telah dilakukan Polda Sumbar dan mendapat apreasiasi dari berbagai pihak.
Salah satu yang mengapresiasi sekaligus menyoroti kasus tersebut, yakni Women’s Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan.
Direktur WCC Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yenti menyebut bahwa salah seorang pelaku, yakni H (tersangka laki-laki) merupakan anak dari seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat teras salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Sumbar.
“Ayahnya itu pejabat di Dinas PU (Sumbar), bahkan ia keturunan Polri juga,” ungkap Meri kepada awak media, Selasa (28/3/2023).
Pada saat kasus tersebut bergulir, kata Meri, pihak keluarga H sempat berupaya melakukan ‘bargaining position’ (posisi tawar) atau bernegosiasi dengan salah satu korban dengan tujuan berakhir damai.
WCC Nurani Perempuan mendesak kepolisian menyelesaikan kasus secara transparan. Apalagi kasus ini merupakan kekerasan seksual.
“Bukti-bukti (sudah) lengkap, kemudian semua saksi kooperatif, tidak ada melambat dalam pemeriksaan. Polisi juga harusnya cepat memproses kasus ini,” katanya.
Rahmi Meri Yanti menilai polisi lamban dalam memproses kasus itu, sehingga ada celah untuk keluarga tersangka bisa masuk meskipun upaya itu gagal.
“Saya menilai ada beberapa hal yang aneh ditemukan dalam kasus ini. Kami juga mencurigai ada tindakan yang disembunyikan oleh kepolisian,” ucapnya.
Meski demikian, penetapan tersangka dalam kasus tersebut juga diapresiasi oleh WCC Nurani Perempuan.
Pasalnya, surat yang mereka layangkan beberapa waktu lalu direspons dengan cepat oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
“Sehingga kemudian Kompolnas datang dan mendorong harusnya penanganan kasus ini cepat serta terang benderang,” pungkasnya.
Terpisah, Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono menjelaskan alasan pihaknya lama menetapkan tersangka dugaan kasus penyimpangan seksual yang menjerat dua mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Unand.
“Penyidik dalam proses penegakan hukum harus teliti, tajam, real dan juga sesuai fakta yang ada. Sehingga tidak dikomplain kemudian hari. Ini menjadi catatan juga bagi penyidik, tidak boleh kesalahan sedikit pun di dalam melangkah,” papar Adhi Makayasa (lulusan Akpol terbaik) tahun 1992 tersebut, Senin (27/3/2023).
Sebagaimana diketahui, pengusutan kasus kedua pasangan tersebut bermula dari sebuah postingan di platform media sosial (medsos) Twitter dengan nama @andalasfess yang mempublikasikan dugaan penyimpangan seksual tersebut.
Postingan dugaan pelecehan tersebut dipublikasikan oleh akun Twitter @andalasfess pada Jumat (24/2/2023). Akun itu juga memaparkan kronologi dan modus dua pasangan mahasiswa ini saat melakukan pelecehan. (rdr-008)