PADANG, RADARSUMBAR.COM – Anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro menceritakan pengalamannya saat menjadi Jurnalis di salah satu media besar Indonesia dari masa ke masa.
Pendiri detikcom (sebelum diakuisisi oleh CT Corp) itu menyebut cara kerja media online dari masa ke masa terus mengalami perubahan.
Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Membangun Ekosistem Media Digital Sumbar yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sumbar, Kamis (4/5/2023) malam.
Pada awal keberadaan media online, katanya, patokan kesuksesan itu dihitung berdasarkan ‘Hits’. Hits dihitung berdasarkan jumlah file pada teks berita dan foto.
“Berjalannya waktu, kemudian ada algoritma, kemudian berubah ke page view. Page view diakali lagi dengan page 1 dan 2, dan seterusnya,” katanya.
Kemudian, perubahan pola media online itu dihitung berdasarkan impresi. Impresi merupakan durasi seseorang mengakses sebuah media.
“Jika dahulu jurnalistik itu dengan piramida terbalik, sekarang piramida beneran. Intinya di bawah, padahal sudah dibaca kok belum ketemu bahasan sesuai judulnya, ternyata ada di (paragraf) bawah,” katanya.
“Sekarang yang bikin algoritma juga gak mau kalah, selain impresi ditambah scrolling. Media online mau gak mau harus ikut algoritma,” sambungnya.
Saat ini, katanya, media online berkembang lagi dengan Search Engine Optimization (SEO). SEO dinilai bisa mempengaruhi ilmu jurnalistik itu sendiri.
Sebagai contoh, katanya, sebuah artikel berita dengan judul Sapto Anggoro Menemui Jokowi.
“Itu judulnya betul dengan kalimat aktif. Namun berdasarkan SEO, kuantitas, dengan kuantitas Jokowi banyak yang dicari diganti dengan Jokowi Ditemui Sapto. Nah ini benar dalam konteks SEO,” katanya.
Meski demikian, dirinya tetap menyebut bahwa siapa saja yang ingin mendirikan media online harus berpikir.
“Untuk melahirkan media itu bukan pragmatisme saja tetapi harus dengan idealisme,” tuturnya. (rdr-008)