Wabup Pasaman Barat Minta Warganya Pulang usai Demo Berhari-hari di Padang

Sebelumnya, Gubernur Sumbar, Mahyeldi menggelar pertemuan khusus dengan Wabup Pasbar di Istana Gubernuran, Kamis (3/8/2023) sore.

Wakil Bupati Pasaman Barat, Risnawanto. (Foto: Dok. Adpim)

Wakil Bupati Pasaman Barat, Risnawanto. (Foto: Dok. Adpim)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Wakil Bupati (Wabup) Pasaman Barat (Pasbar), Risnawanto meminta para pengunjuk rasa yang berasal dari wilayah yang ia pimpin untuk kembali ke kampung halamannya.

Permintaan tersebut ia sampaikan usai aksi unjuk rasa warganya di depan Kantor Gubenur Sumatera Barat (Sumbar) yang berlokasi di Kota Padang telah berlangsung kurang lebih lima hari.

“Saya mengajak dan mengimbau yang sedang melaksanakan aksi unjuk rasa, kami sangat berharap dan bermohon untuk kembali ke rumah masing-masing,” kata Risnawanto dalam video imbauan yang diterima Radarsumbar.com, Jumat (4/8/2023) malam.

Ia mengajak para pengunjuk rasa untuk kembali ke kediaman mereka masing-masing, lantaran anak dan sanak famili sudah menunggu di rumah.

“Kami atas nama Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemprov Sumbar akan menjamin keamanan dan kenyamanan juga kepulangan saudara kami untuk (kembali) ke kampung halaman masing-masing,” ucapnya.

Dirinya mengimbau warga Pasbar untuk bisa mengindahkan imbauan yang ia berikan demi kenyamanan dan ketentraman bersama.

“Ini demi kenyamanan dan kebersamaan sebagai warga Kabupaten Pasaman Barat,” imbuhnya.

Sebelumnya, Gubernur Sumbar, Mahyeldi menggelar pertemuan khusus dengan Wabup Pasbar di Istana Gubernuran, Kamis (3/8/2023) sore.

Pertemuan tersebut dilakukan untuk mendalami informasi terkait status dan kronologis penguasaan lahan hutan produksi oleh masyarakat di Jorong Pigobah Patibubur, Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasbar.

“Kami bertemu untuk mendapatkan gambaran asal muasal lahan itu bisa digarap masyarakat,” katanya.

Ia menjelaskan, saat berdialog dengan masyarakat yang tergabung dalam aksi demontrasi, salah satu tuntutannya adalah pengembalian lahan mereka.

Sementara menurut data dinas kehutanan, total luas dari kawasan hutan di Nagari Air Bangis ini mencapai 20.373 hektare, itu terdiri atas hutan produksi seluas 16.427 Hektare dan hutan lindung seluas 3.946 hektare dan itu termasuk lahan yang dipermasalahkan saat ini.

Kemudian berdasarkan data akhir 2021 dari UPTD KPHL Pasaman Raya dan dari berbagai sumber, didapati informasi bahwa sebagian dari Hutan Produksi (HP) itu telah digarap masyarakat secara ilegal untuk perkebunan kelapa sawit.

“Ini yang ingin kami dalami agar tidak keliru dalam bertindak,” katanya.

Sementara itu, Wabup Pasbar, Risnawanto mengatakan dulunya sekitar 2002, daerah itu merupakan kawasan perladangan yang digarap dengan sistem berpindah-pindah oleh masyarakat luar Air Bangis, jumlahnya paling banyak sekitar 60 Kepala Keluarga (KK).

Seiring berjalannya waktu, ada pembukaan perkebunan kelapa sawit yang bernama PT Bintara Tani, sehingga mulai ada akses jalan yang memadai.

Kondisi itu membuat jumlah masyarakat yang bermukim menjadi semakin bertambah dari waktu ke waktu.

Kemudian, pada 2007 mulai ada rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Teluk Tapang dan pembukaan akses jalan untuk fasilitas pendukungnya mulai dari kawasan bunga tanjung sampai ke teluk tapang. Panjangnya sekitar 42 kilometer.

Setelah jalan mulai terbuka, sosialisasi dan himbauan pemerintah tentang larangan penggarapan lahan kawasan hutan lindung secara ilegal tidak lagi diindahkan masyarakat, mereka tetap membuka dan menggarap secara manual atau tradisional.

Kondisi demikian terus terjadi seiring jalannya pembangunan.

Atas dasar itu, Wabup menyebut jika ada masyarakat Pigobah Patibubur yang mengeklaim memiliki lahan dua atau tiga hektare di sana, menurutnya itu cukup masuk akal karena dulunya itu dibuka secara tradisional.

“Tapi, ketika ada yang mengaku memiliki puluhan sampai ratusan hektar, ia menilai itu patut dipertanyakan. Karena sulit dipercaya, ada masyarakat yang mampu membuka lahan secara tradisional hingga seluas itu,” katanya.

“Itu tidak masuk akal, karena kami tahu dulunya lahan tersebut dibuka masyarakat secara manual, tidak menggunakan alat berat,” sambung Risnawanto.

Ia mengakui, sekarang kondisinya semakin rumit, masyarakat merasa lahan itu bukan aset negara tapi hak pribadinya.

“Ditambah lagi banyaknya kepentingan yang dicurigai ikut bermain dalam permasalahan ini,” katanya.

Sementara itu, sumber Radarsumbar.com di Polda Sumbar yang tidak berkenan disebutkan namanya mengatakan, bahwa pihaknya tengah menyelidiki dugaan pihak yang diduga kuat memobilisasi massa ke Kota Padang melakukan aksi unjuk rasa selama berhari-hari.

“Intinya, kami sudah tahu siapa pihak dan orang yang diduga mendalangi ini semua, ini sedang kami selidiki dan semoga ada titik terang serta bukti kuat atas (dugaan) itu semua,” ujar sumber tersebut. (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version