Polisi Ungkap Kronologi Aksi Unjuk Rasa Warga Air Bangis di Padang, Sebut Buru 8 Penggerak Demo

Peristiwa bermula di saat penangkapan pelaku dugaan tindak pidana pencurian di kawasan Air Bangis beberapa waktu lalu.

Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono. (Foto: Dok. Radarsumbar.com/Muhammad Aidil)

Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono. (Foto: Dok. Radarsumbar.com/Muhammad Aidil)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Barat (Sumbar), Irjen Suharyono mengungkap rentetan kronologi aksi unjuk rasa masyarakat Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) di Kantor Gubernur pada Senin (31/7/2023) hingga Sabtu (5/8/2023) lalu.

Peristiwa tersebut bermula di saat penangkapan pelaku dugaan tindak pidana pencurian di kawasan Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) beberapa waktu lalu.

“Tuntutan (mereka) itu (membebaskan tersangka) belum kami penuhi, itu satu dari tujuh tuntutan yang belum kami penuhi,” kata Kapolda usai menggelar Jumat Curhat di Masjid Raya Sumbar, Jumat (11/8/2023).

Pada akhirnya, kata Suharyono, tanpa adanya pemberitahuan dan izin, para pendemo menjadikan Masjid Raya sebagai lokasi untuk penginapan selama enam hari.

“Kebetulan mereka tidak beralaskan apapun kecuali plastik kertas dan tikar, akhirnya pengurus Masjid merasa kasihan airnya karpet yang sudah berusia 5-10 tahun yang berada di gudang itu dikeluarkan pengurus Masjid,” katanya.

Selama enam hari itu, katanya, sandal dan sepatu para pengunjuk rasa juga masuk ke dalam kompleks masjid dan tidak ada batas suci di lantai dasar setelah pengurus Masjid menyepadankan aturan bahwa lantai dasar boleh menggunakan alas kaki.

“Kecuali lantai atas yang tempat kita salat ini pastinya, jangankan sandal dan sepatu, jika ada yang tidur di atas pun tidak diizinkan oleh pengurus Masjid. Artinya, kami sangat menghormati kesucian masjid ini,” katanya.

Selama menjadikan Masjid Raya Sumbar sebagai posko dan lokasi penginapan, kata Suharyono, para pendemo juga mendirikan dapur umum layaknya masyarakat yang tengah mengungsi.

“Ada yang ingin pulang, kami fasilitasi, namun dihalang-halangi oleh sekelompok orang yang tidak ingin para pendemo itu kembali ke Pasaman Barat, sehingga 17 orang yang menghalang-halangi itu kami amankan dan periksa secara intensif, kenapa niat baik kami dihalang-halangi,” katanya.

Hindari Benturan

Suharyono juga angkat bicara terkait aksi unjuk rasa masyarakat baru dibubarkan setelah enam hari berturut-turut di Kota Padang, Sumbar.

Ia mengatakan, pihaknya tidak ingin berbenturan dengan masyarakat yang ingin melakukan aksi unjuk rasa.

“Pelaku kejahatan saja kami berikan keadilan restoratif, apalagi ini peserta unjuk rasa. Ini bagian dari konsekuensi kami sebagai polisi,” katanya.

Namun, katanya, para pendemo juga melanggar aturan dengan tidak adanya pemberitahuan kepada pihak intelijen sesuai prosedur, seperti materi unjuk rasa, jumlah massa, menggunakan kendaraan apa, bergeser ke mana.

“Kami juga memiliki kewajiban untuk membubarkan para pendemo jika tak ada surat pemberitahuan, namun kami belum bubarkan karena aspirasi mereka adalah bertemu Gubernur, bukan Kapolda Sumbar,” katanya.

Suharyono mengeklaim menghubungi Gubernur Sumbar dan mempertemukan perwakilan pengunjuk rasa, namun para pendemo masih tetap bertahan di Masjid Raya Sumbar.

“Kenapa sampai enam hari? Karena semua tuntutan mereka itu tak semuanya terpenuhi, kenapa? Tujuh tuntutan itu, satu di antaranya melepaskan warga Air Bangis yang diduga melakukan tindak pidana kejahatan, beberapa poin itu tak bisa kami penuhi,” katanya.

Buru Penggerak Demo

Kepulangan masyarakat itu, kata Suharyono, juga dikawal oleh pihak kepolisian lantaran beredar isu adanya tekanan dari pihak yang selama ini menakut-nakuti para pengunjuk rasa.

Irjen Suharyono juga menyebut tengah memburu delapan penggerak demo masyarakat Air Bangis, Kabupaten Pasbar selama enam hari berturut-turut di Kota Padang, setelah sempat mengamankan 17 orang yang sempat menghalangi-halangi langkah polisi memulangkan para pendemo.

“Kami tidak akan pernah berhenti melakukan penegakan hukum sampai di sini, apapun resikonya kami hadapi, bukan hanya di Pasbar, di mana saja. Kalau hari ini saya bebaskan, nanti akan terulang lagi,” katanya.

“Enam bulan lalu saya melepaskan empat orang dengan barang bukti delapan ton (sawit), sudah berjanji di atas kertas, namun mencuri lagi, kali ini apa boleh buat, ketegasan itu saya tegakkan,” sambungnya.

Ia mengatakan, penegakan hukum yang diambil polisi di Sumbar adalah yang paling humanis sesuai dengan petunjuk Kapolri dan Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra.

Suharyono mengaku telah mengantongi identitas delapan orang yang diduga kuat sebagai penggerak demo.

“Ada delapan orang, sudah kami periksa juga, mereka rata-rata pemilik lahan yang spektakuler, ada yang memiliki 70 hektare (lahan sawit) di hutan milik negara, ada yang memiliki 20, 15, 10 dan paling kecil 7 hektare, itu mereka yang menggerakkan (massa) itu,” katanya.

Para pengusaha sawit itu, katanya, takut dengan keberadaan Proyek Strategi Nasional (PSN) di Air Bangis, Kabupaten Pasbar dan khawatir lahan tersebut akan disita negara.

“Siapa yang bilang? PSN saja masih diusulkan, belum terjadi apa-apa. Kalau kawasan hutan? Itu sudah ada sejak tahun 1921, dilindungi, ada atas nama negara, ada koperasi resmi, aturannya jelas dari pusat hingga pemerintah daerah,” katanya.

Dia meminta kepada masyarakat yang sudah terlanjur memanen hasil sawit di lahan milik negara untuk tetap beraktivitas dan tidak akan ditangkap oleh polisi.

“Dengan catatan, ada keleluasaan dari pemerintah. Silakan panen, jika semua sudah setuju. Yang membuat ribut ini kan masyarakat pendatang, masyarakat Air Bangis (asli) menolak pendemo mengatasnamakan Air Bangis,” katanya.

Dia menyebut, pengusaha sawit dan masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa enam hari berturut-turut beberapa waktu lalu kebanyakan berstatus pendatang.

Ulah Pengepul

Jenderal bintang dua itu menyarankan bagi siapapun yang menggarap lahan milik negara menjual ke koperasi milik negara karena memiliki legalitas jelas.

“Sistemnya kan 70 persen itu untuk petani, 30 persen untuk koperasi, aman, tapi yang main sekarang siapa? Pengepul itu sekarang melawan koperasi yang jelas,” katanya.

Para pengepul itu, katanya, mengancam akan menarik semua (sawit) itu, karena diduga sudah melakukan ‘pembayaran’ di depan.

“Mau tidak mau para petani yah menjualnya (ke pengepul),” katanya.

Agar tidak menimbulkan permasalahan, ia sesumbar menyebut menangkap semua pengepul dan pihak yang menghambat demi kepentingan pribadi semata.

“Sekarang begini, masyarakat menanam, mengelola lahan sawit bukan pada lahannya, kalau ditanya lahan mana, mereka baru beberapa tahun di sini, kami ini sekarang menindak pendatang tak bertanggungjawab yang hanya datang saat panen semata, delapan orang sudah kami duga sebagai penggerak (keributan dan aksi unjuk rasa) ini,” tuturnya. (rdr)

Exit mobile version