PADANG, RADARSUMBAR.COM – Tiga tahun setelah pengusaha terkenal di Padang, H. Syaarani Ali wafat, anak-anaknya berhak mendapatkan warisan sekitar Rp60 miliar.
Salah seorang anaknya, Deni Yolanda melayangkan gugatan ke Pengadilan Agama Kelas I A Padang. Dalam gugatannya, dia meminta agar pembagian warisan mendiang orangtuanya dibagi secara adil.
“Almarhum papa itu meninggal tanggal 20 Desember 2020, itu otomatis kan turun waris. Kita sebagai ahli waris tentu sabar dulu, tunggu papa dimakamkan dulu, diselesaikan semuanya, kita tidak bahas warisan dulu.”
“Nah, sudah lewat masa 100 hari masa berduka mulailah awalnya Pak Dodi abang saya yang nomor 4 bertanya soal warisan ke kakak saya yang nomor 8, Bu Des,” ucap Deni Yolanda memulai pembicaraan kepada sejumlah wartawan di Padang, Rabu (23/8/2023).
Deni menyebut, saat itu dirinya tidak memihak siapa-siapa. Namun, karena perempuan, dia lebih mendengarkan kata-kata kakak perempuannya atau Bu Des. Bahkan, ketika itu sempat memandang negatif kepada kakaknya Dodi.
“Sempat memandang negatif juga waktu itu ke Pak Dodi karena dijelek-jelekin Bu Des, dibilang tanah kuburan masih merah sudah bahas harta warisan, orang lagi bersedih dia kok bahas duit dan harta aja,” jelas Deni Yolanda.
“Apalagi jabatan papa waktu itu kan dirut, jadi tentu setelah meninggal otomatis kan kehilangan pimpinan. Nah, papa waktu itu ada saham sekitar 86%, saham papa yang paling besar, itu kan hak warisnya jatuh ke anak-anaknya,” tambahnya kemudian.
Menurut Deni, waktu itu saudaranya perempuannya tersebut sempat bertanya terkait selisih 1 persen antara pembagian sahamnya dengan Dodi dan bertanya bagaimana cara dia untuk melebihi saham milik Dodi.
“Saya bilang, uni beli saja saham-saham yang dijual. Akhirnya dia beli saham kakak saya yang satu lagi bernama Def, dia tuna rungu.”
“Ternyata sudah dibeli dengan harga murah, dikasih Rp60 juta sampai Rp100 juta, dikasih mobil dan bulanannya juga dikasih. Harusnya kan dihitung berapa keuntungan, devidennya juga,” tutur Deni.
Dan sekarang, kata Deni, semuanya itu berbalik. Sang kakak yang dibelanya sejak itu malah membuatnya susah. Sudah tiga tahun belum ada titik jelasnya terkait pembagian tersebut, yang ada malah kakaknya tersebut membuat saham baru atas nama suaminya.
Dia kebingungan, antara takut melawan saudara dan disebut tidak menghormati, juga takut nanti ada perubahan lagi soal pembagian warisan tersebut. “Bukan saya tidak menghormati dia, cuma kalau gak sesuai kan kita juga berhak protes,” katanya lirih.
Di saat Deni sedang memperjuangkan haknya. Sosok kakak (Des) malah melakukan hal yang semena-mena, seperti menempatkan suaminya ke posisi komisaris perusahaan peninggalan sang Ayah.
Menurut dia, hal itu menyalahi ketentuan. Sebab sedari awal, perusahaan tersebut adalah warisan yang ditujukan ke anak kandung.
“Menurut saya ini sudah kesalahan. Sampai sang suami jadi komisaris. Ada apa ini sebenarnya? Makanya saya terus memperjuangkan,” katanya.
Hingga saat ini, Deni sendiri masih memperjuangkan haknya tersebut, termasuk juga hak dari kakak-kakaknya yang keterbatasan (disabilitas, red). Dia hanya ingin adil dalam pembagian tersebut, tak ada lagi masalah dikemudian harinya.
“Saya bilang, kok segitu Uni kasih ke saudara kita yang lain, yang ada keterbatasan (bisu) aturannya mereka kan dapatnya segini (lebih besar) kalau kita hitung-hitung. Maksudnya gini, harusnya dapat Rp100 juta kok dapatnya dikasih cuma Rp60 juta gitu, mereka kan punya kekurangan,”
“Nah, ketika saya protes gitu, dia malah menghasut saudara yang lain untuk memusuhi saya, saya dijelek-jelekin, dibilang saya serakah lah, apalah. Sampai saya akhirnya membuat gugatan di pengadilan,” tegas Deni.
“Saya hanya berharap permasalahan ini bisa selesai secepatnya biar arwah orangtua kita disana bisa senyum melihat anaknya selalu damai,” pinta Deni.
Deni sendiri memiliki 7 orang saudara, dia adalah anak bungsu. Dia menyebut aset yang diwariskan itu berupa dua perusahaan keluarga PT. RIS Investindo Sarana (RIS) dan PT Pangkalan Niaga yang bergerak di bidang distribusi dan ekspedisi semen.
“Lalu ada rumah, tanah, gedung dan lainnya. Sekitar Rp60 miliar lebih,” jelas Deni.
Menurut Deni, awalnya memang ada pembagian saham dari kedua perusahaan itu, namun belum dilakukan secara adil. “Saya awalnya dapat 10 persen, tapi lama-lama sekarang jadi 0,03 persen di PT Pangkalan Niaga dan 0,57 persen di PT RIS. Lalu saya dapat rumah, tapi itu belum atas nama saya tapi masih atas nama almarhum,” jelas Deni.
Kuasa hukum penggugat, Syamsir Firdaus mengatakan, pihaknya saat ini sudah memasukkan gugatan ke Pengadilan Agam Padang. Ada 15 tergugat yang terdiri dari 7 saudara kandung dan sisanya anak dari kakak penggugat.
“Saat ini sudah masuk dalam agenda sidang pertama. Sidang kedua pada 23 Agustus 2023 juga sudah selesai digelar. Tanggal 13 September 2023 nanti, ada mediasi. Kita berharap semua pihak bisa sama-sama memahami keluhan Mbak Deni ini agar permasalahan atau perkara ini cepat selesai,” jelas Syamsir.
Sementara, salah seorang tergugat, Dody Delvi yang merupakan anak tertua yang masih hidup mengakui adanya gugatan dari adiknya. “Benar adik saya menggugat di Pengadilan Agama. Saat ini sedang proses,” kata Dody.
Dodi menyebutkan gugatan dilayangkan karena adanya ketidakpuasan dari sang adik soal pembagian warisan. “Katanya sahamnya sekarang tinggal 0,1 persen. Saya tidak tahu soal itu, tapi yang jelas dia merasa tidak puas,” jelas Dody.
Menurut Dodi, keputusan adiknya menggugat merupakan hak masing-masing. “Itu hak dia karena merasa pembagiannya tidak adil saja,” kata Dodi.
Membantah
Terpisah, ahli waris dari Almarhum Syaarani Ali membantah tudingan salah seorang ahli waris lainnya yaitu Deni Yolanda yang menyebutkan pembagian warisan almarhum ayahnya tidak dilakukan secara adil.
Defika Yufiandra, kuasa hukum enam ahli waris Almarhum Syaarani Ali menjelaskan bahwa Syaarani Ali ketika wafat meninggalkan delapan anak, terdiri dari tiga laki-laki dan lima perempuan.
Dia meninggalkan harta warisan antara lain berupa saham-saham dalam PT RIS dan PT Pangkalan Niaga serta beberapa tanah dan bangunan.
Terkait pernyataan Deni Yolanda yang mempersoalkan perubahan persentase kepemilikan sahamnya yang sebelumnya sebanyak 10 persen menjadi 0,1 persen, Defika menjelaskan harta warisan berupa saham telah dibagikan sesuai dengan kesepakatan para ahli waris.
Selanjutnya atas pernyataan Deni Yolanda bahwa dia dapat rumah, tapi itu belum atas namanya, tapi masih atas nama almarhum, Defika menjelaskan bahwa pernyataan Deni Yolanda tersebut membuktikan bahwa dia telah menerima warisan berupa rumah. Hanya saja dia mempersoalkan rumah tersebut belum atas nama dia tetapi masih atas nama almarhum.
“Memang harta warisan yang dibagikan terdaftar atas nama almarhum dan untuk balik nama menjadi atas nama masing-masing ahli waris yang menerimanya secara hukum adalah kewajiban dan atas biaya masing-masing ahli waris yang menerimanya tersebut,” tutur mantan Ketua KNPI Sumbar ini. (rdr)