Gaduh Antar Umat Beragama di Padang, Kesbangpol dan PGI Beda Persepsi

Polemik tersebut melibatkan masyarakat setempat dengan jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Sola Gratia Kampung Nias 3 Padang.

Tangkapan layar insiden ribut-ribut warga di Banuaran Padang dengan umat Kristiani yang tengah beribadat di sebuah rumah. (Foto: Dok. Istimewa)

Tangkapan layar insiden ribut-ribut warga di Banuaran Padang dengan umat Kristiani yang tengah beribadat di sebuah rumah. (Foto: Dok. Istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Masyarakat Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) dihebohkan dengan dugaan aksi pelarangan beribadah umat beragama non-muslim yang terjadi di kawasan Banuaran, Kecamatan Lubuk Begalung.

Belakangan diketahui, polemik tersebut melibatkan masyarakat setempat dengan jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Sola Gratia Kampung Nias 3 Padang.

Pendeta GBI Sola Gratia, Hiatani Ziduhu Hia mengatakan, sebelum ribut-ribut itu, ia beserta sekitar 20 masyarakat Nias tengah melaksanakan ibadat. Namun, di tengah prosesi ibadat, aktivitas mereka dihentikan oleh seorang emak-emak.

Perempuan itu, katanya, mengaku sebagai pemilik rumah. Selain mengaku sebagai pemilik rumah, ia juga mengaku emak-emak tersebut melempar batu ke kaca rumah tempatnya beribadat.

“Ibu itu mengatakan ke kami untuk tidak boleh beribadat,” katanya, Rabu (30/8/2023) malam.

Selain itu, katanya, suami dari diduga pelaku ini datang dan membentak jemaat lainnya sembari membawa senjata tajam (sajam) dan melarang beribadat.

“Padahal yang kami ketahui yang memiliki rumah bukan dia. Karena kami membayar pada orang lain. Yang menerima uang kami juga mengetahui kami sekali-kali mengunakan tempat itu untuk ibadat,” katanya.

“Pak RT juga sudah mengetahui kegiatan kami. Untuk pelaku baru kami ketahui anak dari saudara pemilik rumah, bukan pemilik rumah,” sambungnya.

Ia mengatakan, ibadat yang dilakukan di rumah tersebut berisi agenda pendalaman Alkitab. Kegiatan itu, katanya, baru terlaksana sebanyak empat kali, namun pengancaman yang diterima pihaknya baru pertama kali pada Selasa (29/8/2023) malam.

“Kami sudah melaporkan kejadian itu ke Polresta Padang dan orang yang terlibat keributan dengan kami sudah diamankan polisi,” katanya.

Preseden Buruk
Persoalan antara masyarakat dengan umat Kristiani yang diduga dilarang beribadat di Banuaran, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang juga mendapat perhatian serius dari Persekutuan Gereja Indonesia (PGI).

Mengecam dengan keras tindakan anarkis dalam pembubaran ibadah keluarga Kristen yang sudah mengarah kepada ancaman pembunuhan.

Tindakan seperti ini sangat bertentangan dengan amanat konstitusi, serta menistakan nilai dan ajaran agama apapun yang mengedepankan cinta, keadilan, dan kedamaian.

Sekretaris Eksekutif PGI, Pendeta Henrek Lokra mengatakan, pihaknya mengecam dengan keras tindakan anarkis dalam pembubaran ibadat umat Kristiani yang juga sudah mengarah kepada ancaman pembunuhan.

“Tindakan seperti ini sangat bertentangan dengan amanat konstitusi, serta menistakan nilai dan ajaran agama apapun yang mengedepankan cinta, keadilan, dan kedamaian,” katanya via keterangan tertulis.

Insiden itu, katanya, bertentangan dengan amanat konstitusi, serta menistakan nilai dan ajaran agama apapun yang mengedepankan cinta, keadilan, dan kedamaian.

Dirinya juga mendesak pihak kepolisian menindak tegas pelaku yang telah mempertontonkan ancaman pembunuhan secara vulgar untuk menghentikan ibadat tersebut.

“Tujuannya, agar tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari dan memperluas keresahan di masyarakat,” katanya.

Selain itu, katanya, upaya musyawarah dan dialog perlu tetap dijaga dan dikembangkan, seiring dengan penegakan hukum terhadap sejumlah tindakan yang telah menyentuh ranah pidana terhadap kasus tersebut.

“Hendaknya mediasi yang dilakukan oleh aparat keamanan dan muspida setempat tidaklah malah menekan korban yang justru menyebabkan korban mengalami intimidasi berlapis.”

“Kami meminta umat Kristen untuk tetap tenang dan mengedepankan proses hukum kepada aparat kepolisian,” katanya.

Sosial Masyarakat
Terpisah, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Padang, Tarmizi Ismail menampik bahwa insiden yang terjadi antara masyarakat dengan jemaat GBI Sola Gratia karena konflik antar umat beragama.

Dia mengatakan, gesekan yang terjadi lebih cenderung kepada permasalahan sosial kemasyarakatan (sosmas) di lingkungan tersebut.

“Kita harus paham, ada adat istiadat (kearifan lokal) yang dijunjung. Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung,” katanya kepada Radarsumbar.com via seluler.

Tarmizi mengatakan, inti persoalan yang terjadi tersebut tidak menyerempet ke persoalan agama. “Jika dibilang dilarang melaksanakan ibadah, itu sudah lain masalahnya.”

“Persoalannya sosial kemasyarakatan sebenarnya. Intinya, bagaimana kita hidup damai dan rukun di suatu lokasi, bagaimana menjaga keamanan dan ketertiban,” katanya.

Dia mengatakan, rumah yang dijadikan jemaat GBI Sola Gratia itu sejatinya bukan dijadikan tempat beribadat. “Sama seperti umat Islam, rumah dijadikan tempat beribadah. Namun, tentu ada norma-norma yang harus dijaga,” katanya.

Tarmizi menegaskan masalah dan gesekan yang terjadi tersebut adalah sosial kemasyarakatan. “RT dan RW (setempat) juga tidak mengetahui rumah itu dijadikan sebagai tempat beribadat. Informasi dari RT (ke Kesbangpol) tidak ada diberitahukan,” katanya.

Ke depan, ia berharap agar persoalan tersebut tak terjadi lagi dan saling menjaga toleransi antar umat beragama.

“Pasca kejadian, kami tetap melakukan pemantauan dan mediasi terhadap pihak terkait dengan melibatkan instansi terkait, seperti Kejaksaan, TNI dan Polri,” katanya.

“Kami minta saling menjaga, saling menghargai. Kalau tempat ibadah kan sudah ada sebenarnya, ketika RT dan warga tak tahu, maka dikhawatirkan (terjadi gesekan) ini,” tuturnya. (rdr-008)

Exit mobile version