“Hingga saat ini Unand telah menghasilkan 18 teknologi inovasi dari bahan baku gambir khususnya senyawa marker (pewarna) untuk kebutuhan berbagai industri,” katanya.
Belasan hasil inovasi berbahan gambir tersebut di antaranya terkait dengan obat-obatan, industri kimia, kosmetik, minuman hingga tinta untuk Pemilu 2024.
Prof Yuliandri menerangkan sebagian besar zat warna yang dibutuhkan industri di dalam negeri masih diimpor dengan jumlahnya yang mencapai 42 ribu ton per tahun.
Padahal, sekitar 80 persen kebutuhan dunia terhadap gambir diekspor dari Indonesia. Lebih rinciannya, 90 persen gambir tersebut berasal dari Sumatera Barat (Sumbar).
Khusus di Ranah Minang, luasan gambir diketahui mencapai 37.360 hektare (Ha) dengan total produksi mencapai 18 ribu ton per tahun.
Yuliandri mengatakan zat pewarna yang selama ini diimpor diketahui berbahaya terhadap kesehatan.
Sebab, zat warna sintetik diketahui mengandung pewarna azo yang merupakan turunan benzidina dan bersifat karsinogen (kanker).
“Gambir merupakan pewarna alami yang tergolong aman dan senyawa yang terkandung di dalamnya bermanfaat bagi tubuh,” katanya.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan perguruan tinggi tertua di luar Pulau Jawa tersebut, Unand berhasil menggunakan pewarna alami dari gambir yang digunakan untuk pembuatan batik, kain atau tekstil, kulit hingga tinta organik.
Tidak hanya itu, kampus yang diresmikan oleh Wakil Presiden (Wapres) Indonesia pertama, Mohammad Hatta tersebut juga berhasil menciptakan inovasi baru berupa tinta untuk kebutuhan Pemilu 2024 dari bahan baku gambir.
“Alhamdulillah tinta organik berbasis gambir hasil inovasi Unand berhasil memenangkan tender konsolidasi pengadaan logistik tinta dalam rangka Pemilu 2024,” tuturnya. (rdr)