Kata Ketua Pemilih Muda TKN Prabowo-Gibran Soal Minangkabau

Karakter egalitarianisme dan kesadaran akan pendidikan oleh orang-orang Minangkabau lahir dari sejarah panjang yang saling terjalin.

Ketua Tim Pemilih Muda TKN Prabowo-Gibran, Arief Rosyid Hasan saat berkunjung ke Padang, Jumat (26/1/2024) siang. (Foto: Dok. Muhammad Aidil)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Ketua Pemilih Muda Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Arief Rosyid Hasan mengatakan, sebagian besar pendiri Indonesia berasal dari Suku Minangkabau yang sangat berperan dalam memberikan nafas bagi berdirinya Bangsa Indonesia.

“Hal yang tidak kalah penting untuk kita garis bawahi, mereka berjuang pada saat itu masih tergolong muda. Sebut saja Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Muhammad Natsir, Muhammad Yamin, dan banyak tokoh lainnya telah memulai aktivisme dalam gerakan kebangsaan sejak berumur 20 tahunan,” katanya di Padang, Jumat (26/1/2024) siang.

Ia mengatakan, meskipun memiliki keyakinan politik yang beragam dan mereka mampu bekerja sama dan berkontribusi secara positif untuk Republik Indonesia, merupakan contoh gemilang dari egalitarianisme yang melekat dalam budaya Minangkabau.

“Ini mempertegas bahwa keberagaman pandangan, ketika dikelola dengan arif dan bijaksana, dapat menjadi kekuatan penggerak bangsa, menciptakan lingkungan yang inklusif, dan mengantarkan Indonesia ke arah persatuan dan kemajuan yang berkelanjutan,” katanya.

Arief Rosyid Hasan menjelaskan bagaimana Minangkabau menjadi tanah yang melahirkan pemikir kritis dari generasi muda Minangkabau.

“Pembatasan sekolah untuk pribumi memunculkan sekolah-sekolah swasta yang diprakarsai oleh beberapa orang terpelajar yang selesai menunaikan ibadah haji sambil berguru di Makkah. Sekolah swasta ini unik karena mengadopsi sistem sekolah Belanda dan menggabungkannya dengan pendidikan Islam,” kata eks Komisaris Bank Syariah Indonesia (BSI) tersebut.

Seabad yang lalu, katanya, masyarakat Minangkabau telah diakrabkan dengan kultur pendidikan yang kental. Dimulai dari tersebarnya sekolah-sekolah swasta, dari pesisir pantai hingga dataran tinggi di Minangkabau.

“Di tahun 1840-an, lahir Sekolah Nagari (Nagari Schools) telah didirikan di tanah ini. Tidak berselang lama, di tahun 1856, Kweekschool di Bukittinggi pun didirikan untuk mendidik guru-guru yang akan ditugaskan di daerah Hindia-Belanda. Kemudian pada tahun 1911, sekolah-sekolah Islam bermunculan seperti Perguruan Thawalib Padang Panjang, Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang,” katanya.

Pada akhirnya, kata Arief, dapat diamini bersama bahwa karakter egalitarianisme dan kesadaran akan pendidikan oleh orang-orang Minangkabau lahir dari sejarah panjang yang saling terjalin.

“Dalam hal ini, daya juang dan keluhuran nalar Masyarakat Minangkabau menjadi penguat identitas di tengah kerumitan-kerumitan zaman,” katanya.

Arief Rosyid Hasan mengatakan, pemuda Minangkabau berpikir luas dan terbuka melalui falsafah adat Karatau madang di hulu babuah babungo balun, Marantau bujang dahulu di kampuang paguno balun.

“Merantau atau meninggalkan kampung halaman dan tentu saja melepaskan diri dari ikatan primordial, adalah salah satu fenomena sosial-kultural yang telah bermula sekian abad yang lalu. Selain sebagai keharusan, merantau sekaligus diidealkan bagi anak muda Minang menjelang dewasa,” tuturnya. (rdr)

Exit mobile version