Polres Pasaman Barat Rekonstruksi Kasus Kekerasan Terhadap Anak oleh Ayah Tiri

Rekonstruksi terkait kasus tindak pidana kekerasan yang menyebabkan meninggal dunia terhadap seorang bayi berinisial AK. (Foto: Dok. Polres Pasaman Barat)

Rekonstruksi terkait kasus tindak pidana kekerasan yang menyebabkan meninggal dunia terhadap seorang bayi berinisial AK. (Foto: Dok. Polres Pasaman Barat)

SIMPANG EMPAT, RADARSUMBAR.COM – Kepolisian Resor (Polres) Pasaman Barat (Pasbar) menggelar rekonstruksi terkait kasus tindak pidana kekerasan yang menyebabkan meninggal dunia terhadap seorang bayi berinisial AK (1,1).

Kegiatan rekonstruksi tersebut digelar di lapangan tembak Mapolres Pasaman Barat dengan menghadirkan pelaku berinisial RS (21) yang merupakan ayah tiri korban, dan juga dihadiri oleh Penasehat Hukum pelaku, Fadlil Mustafa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Mega Nanda Beniv Fitria dan Titi Maharani, Selasa (6/8/2024) siang.

Kapolres Pasaman Barat, AKBP Agung Tribawanto mengatakan, kegiatan rekonstruksi terhadap kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur sengaja digelar untuk memastikan hal-hal detail dalam kasus kekerasan dan untuk mencocokkan keterangan pelaku kepada polisi dan yang sebenarnya terjadi.

“Ini perlu kami lakukan untuk mengetahui secara pasti apa saja tindakan yang dilakukan pelaku terhadap korban dan untuk membuktikan bahwa keterangan yang diberikan pelaku kepada penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) tidak berbeda dengan apa yang dilakukan pelaku,” katanya.

Pelaku RS, katanya, telah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak mengakibatkan korban meninggal dunia dan ditetapkan tersangka sesuai laporan polisi nomor: LP/173/VII/2024/Polres Pasbar tanggal 11 Juli 2024 yang terjadi dirumah kontrakan pelaku yang berada di Jorong Padang Canduah, Nagari Kinali, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat pada Kamis (11/7/2024) lalu sekitar pukul 15.30 WIB.

“Dalam rekonstruksi itu, pelaku memperagakan sebanyak 39 adegan, saat melakukan tindak kekerasan terhadap anak di bawah umur berinisial AK, sehingga menyebabkan korban meninggal dunia,” katanya.

Berdasarkan hasil Visum Et Repertum (VER) terhadap korban, yang dilakukan oleh dokter forensik di RS Bhayangkara Polda Sumbar ditemukan pendarahan di rongga perut akibat kekerasan tumpul.

Dilihat dari luka-luka dan beberapa bekas luka yang dimiliki korban tampak bahwa telah mengalami kekerasan fisik secara berulang-ulang.

“Penyebab korban meninggal dunia adalah kekerasan tumpul pada bagian perut yang menyebabkan pendarahan pada pembuluh darah disekitar tirai penggantung usus dan sekitar ginjal, sehingga mengakibatkan pendarahan di dalam rongga perut, dengan perkiraan waktu kematian adalah sekitar 12 hingga 24 jam sebelum pemeriksaan terhadap korban,” katanya.

Agung mengatakan, pada adegan 12 sampai adegan ke-17 terlihat pelaku melakukan kekerasan terhadap korban dengan cara melempar dan memukul korban menggunakan cangkir plastik berisi air kearah dada dan perut korban.

Tidak hanya itu, pelaku juga mengangkat tubuh korban dengan kedua tangannya, dengan posisi korban terlentang di tangannya dan menjatuhkannya ke lantai, sehingga korban terjatuh dalam posisi tertelungkup di permukaan lantai keramik.

“Pada saat peristiwa itu terjadi, ibu kandung korban bernama Riska Agusti sedang tidak berada di rumah,” katanya.

Ia menyebut, pihaknya juga telah mengamankan barang bukti berupa satu buah cangkir, satu helai baju kaos, satu helai kain handuk, satu helai baju kaos anak warna hitam, satu helai celana panjang anak warna putih dan satu helai kain selimut motif bunga.

Setelah rekonstruksi selesai, hasilnya akan digunakan untuk melengkapi berkas perkara yang akan diserahkan kepada JPU.

Proses hukum terhadap tersangka akan dilanjutkan di pengadilan, dan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 80 ayat 3 dan ayat 4 junto Pasal 76C Undang-undang (UU) Negara Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 44 ayat 3 UU Negara Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004.

“Undang-undang tersebut mengatur tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara,” tuturnya. (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version